Bisnis.com, JAKARTA — Pelantikan Joe Biden sebagai Presiden ke 46 Amerika Serikat akan memberikan memicu penguatan pasar modal dalam jangka pendek. Sentimen positif juga diproyeksi berlanjut dalam jangka panjang, mengingat kebijakan Biden yang cenderung lebih ramah terhadap pasar.
Seperti diketahui, setelah memenangi Pemilihan Umum pada 3 November 2020 lalu, Presiden Terpilih AS Joe Biden dan wakilnya, Kamala Harris, bakal resmi dilantik dan mulai menjabat per 21 Januari 2021.
Head of Market Research Infovesta Utama Wawan Hendrayana mengatakan respons positif pasar atas terpilihnya Biden telah terjadi dalam beberapa gelombang, dan puncaknya ketika Partai Demokrat akhirnya menguasai Senat AS.
Meskipun demikian, menyongsong momentum pelantikan esok hari pelaku pasar tetap menunjukkan antusiasmenya. Hal ini salah satunya terlihat dari Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang ditutup menguat 1,71 persen pada Rabu (20/1/2021).
“Untuk jangka pendek, melihat pengalaman pelantikan Obama, bahkan Trump, sepanjang pergantian jabatan ini damai tentu positif [ke pasar], setidaknya dengan pelantikan ini kebijakan Trump yang tidak terlalu progresif ke market resmi berakhir,” tutur Wawan ketika dihubungi Bisnis, Rabu (20/1/1/2021)
Wawan melanjutkan, dengan pelantikan tersebut atinya Biden telah resmi menjabat dan dapat mulai menjalankan program-programnya. Pasar berekspektasi bahwa eksekusi program mantan Wapres era Obama itu akan mulus mengingat Senat berada di tangan Demokrat.
Baca Juga
Setelah pelantikan, pasar akan lebih fokus mencermati pembentukan kabinet baru AS, realisasi program Biden, serta bagaimana prioritas pemerintahan baru tersebut dalam 100 hari pertama masa kerja.
Salah satu program yang digadang-gadang Biden adalah pemberian paket stimulus dalam jumlah yang tidak sedikit. Jika akhirnya stimulus ini dikucurkan, dolar AS akan melemah dan menjadi kesempatan bagi rupiah untuk bersinar.
Alhasil, kata Wawan, nilai tukar yang menguat bagi mata uang Garuda akan turut menguntungkan bagi industri yang menggunakan bahan baku impor karena dapat menekan potensi kerugian akibat kurs sehingga kinerja perusahaan terjaga.
“Kinerja emiten-emiten yang baik tentu akan bagus juga untuk IHSG, jadi pasar saham akan ikut diuntungkan,” tambahnya.
Di lain sisi, penguatan rupiah juga akan menjadi sentimen positif bagi persepsi investasi di Indonesia. Mata uang Garuda yang menguat dapat membantu credit default swap (CDS) 5 tahun Indonesia untuk kembali turun setelah mengalami tren kenaikan di awal tahun ini.
Pun, CDS yang turun diharapkan dapat mengerek minat ke obligasi negara sehingga harga surat utang negara (SUN) dapat ikut bergerak naik. Per Rabu (20/1/2021) CDS 5 tahum Indonesia adalah 74,20 dan mencerminkan probalilitas gagal bayar (default) 1,24 persen.
“Kalau dolar melemah, rupiah kuat, potensi return asing dari SUN juga jadi lebih tinggi sehingga bisa semakin menarik,” kata Wawan.
Hal yang juga akan diperhatikan pasar adalah kebijakan terkait perang dagang dengan China. Meski diprediksi akan melakukan gencatan senjata, tapi keputusan tersebut diperkirakan tak akan diambil Biden dalam waktu dekat mengingat kondisi politik di AS masih panas.
“Kalau tiba-tiba relaksasi Biden akan dibilang pro China dan berpotensi konflik lagi, tapi saya yakin ujungnya akan ada deal baru, ekuilibrium baru terkait China tapi tidak dalam waktu dekat dan harusnya ini juga baik buat pasar,” tutur Wawan.
Program lain yang juga digaungkan Biden adalah program terkait kesehatan, termasuk penanganan pandemi Covid-19. Biden diperkirakan akan menaruh prioritas pada hal tersebut, berkebalikan dengan Trump yang cenderung mengabaikannya.
“Joe Biden ini lebih scientific jadi semoga dia fokus membenahi pandemi. Kalau AS lebih cepat mengatasi pandemi, mengarah ke lebih baik ke pasar. Itu menjadi sentimen positif bursa global yang pasti merembet ke bursa kita,” pungkas Wawan.