Bisnis.com, JAKARTA – Tingkat imbal hasil (yield) surat utang Amerika Serikat yang lebih tinggi dinilai akan berdampak positif bagi pasar surat utang Indonesia.
Analis Bahana Sekuritas Satria Sambijantoro dalam laporannya pada Kamis (7/1/2021) menjelaskan, saat ini tingkat imbal hasil surat utang AS (US Treasury) seri acuan 10 tahun telah menyentuh 1 persen. Catatan ini merupakan yang pertama kali terjadi sejak Maret 2020 lalu.
Ia menyebutkan, pergerakan yield US Treasury seri acuan 10 tahun dipengaruhi oleh hasil pemilihan anggota Senat AS di negara bagian Georgia. Hasil pemilihan tersebut memenangkan kedua kandidat dari Partai Demokrat yang membuat partai tersebut kini mengontrol Parlemen AS.
Pergerakan imbal hasil ini juga disebabkan oleh aksi jual yang dilakukan oleh investor seiring dengan stimulus AS yang akan memicu kenaikan pasokan utang. Negara-negara pemilik obligasi AS, seperti Jepang dan China, kini telah mengurangi kepemilikan surat utang dari negeri paman Sam.
“Meski sentimen ini akan memicu reflationary trade dan kenaikan risiko, investor diminta untuk tidak terlalu terpengaruh. Pola historis selama 78 tahun terakhir mengindikasikan tidak adanya kaitan antara partai yang memegang kendali parlemen dengan performa aset AS,” jelasnya.
Seiring dengan pergerakan yield US Treasury, Satria menilai tingkat imbal hasil obligasi Indonesia dengan tenor 10 tahun sebesar 5,9 persen masih sangat menarik.
Baca Juga
Imbal hasil yang ditawarkan jauh lebih tinggi dibandingkan dengan obligasi negara Asean lain seperti Vietnam, Filipina, dan Malaysia yang rata-rata memiliki yield sebesar 2 persen.
Berdasarkan penghitungannya, dengan tingkat imbal hasil US Treasury di level 1 persen, maka yield obligasi Indonesia akan mengarah ke posisi 5,45 persen. Sementara itu, apabila imbal hasil US Treasury naik ke 1,5 persen, maka tingkat imbal hasil surat utang Indonesia akan berada di kisaran 5,7 persen.
Meski demikian, Satria menuturkan, tingkat imbal hasil obligasi AS yang lebih tinggi akan berdampak positif bagi pasar surat utang Indonesia. Pasalnya, tingkat yield US Treasury yang naik mengindikasikan peralihan investor dari aset-aset safe haven ke aset berisiko.
“Asumsi penghitungan yang digunakan hanya akan valid jika berada dalam lingkungan risk-off,” ujarnya.