Bisnis.com, JAKARTA - Lembaga pemeringkat Moody's Investor Service memangkas peringkat perusahaan dan surat PT Saka Energi Indonesia dari B1 menjadi B2. Peringkat diturunkan menyusul penilaian lembaga pemeringkat terkait sengketa pajak yang dihadapi induk Saka Energi, PT PT Perusahaan Gas Negara Tbk.
Mengutip keterangan resmi Moody's dikutip Kamis (7/1/2021), perusahaan keuangan itu juga mengubah rating perusahaan dan surat utang Saka Energi menjadi review for downgrade. Selain itu, outlook semua peringkat Saka Energi Indonesia juga berubah menjadi rating under review (RUR) dari sebelumnya negatif.
Analis Moody's Hui Ting Sim mengatakan bahwa penurunan peringkat tersebut mencerminkan ekspektasi pihaknya terhadap kemungkinan dukungan keuangan yang lebih rendah dari perusahaan induk, PT Perusahaan Gas Negara Tbk. (PGAS).
Hal itu menyusul permintaan pembayaran utang Saka Energi terhadap PGAS. Untuk diketahui, PGAS mengumumkan bahwa Saka Energi akan membayar pinjaman US$77,6 juta dari US$155,2 juta kepada perseroan.
Sementara itu, jatuh tempo saldo US$77,6 juta akan diperpanjang satu tahun hingga 6 Januari 2022. Per 30 September 2020, Saka Energi memiliki kas setara kas sebesar US$268 juta dan akan menggunakan kas internal untuk membayar sebagian pinjaman tersebut.
“Kami melihat pembayaran tersebut secara efektif sebagai ekstraksi tunai oleh PGAS yang akan melemahkan likuiditas Saka Energi pada saat harga minyak melemah, sedangkan Saka Energi kemungkinan masih harus membayar denda pajak US$127,7 juta yang signifikan,” tulis Hui Ting Sim seperti dikutip dari keterangan resminya, Kamis (7/1/2020).
Baca Juga
Sementara itu, peringkat review for downgrade mencerminkan meningkatnya risiko likuiditas Saka Energi setelah pembayaran utang ke PGAS, terutama jika perusahaan membayar denda pajak penuh kepada Ditjen Pajak selama 12 bulan ke depan.
Sim menjelaskan saat ini Saka Energi memiliki jalur bank yang terbatas, dan aksesnya ke pembiayaan kemungkinan akan terhambat oleh ketidakpastian seputar peran dan relevansinya dalam struktur korporasi PGN dan Pertamina.
“Likuiditasnya juga akan melemah jika perusahaan tidak dapat memperoleh perpanjangan dari PGN pada saat jatuh tempo pinjaman pemegang saham senilai US$361 juta yang jatuh tempo Januari 2022,” papar Sim.