Bisnis.com, JAKARTA - Inisiatif Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terkait penawaran efek melalui layanan urun dana berbasis teknologi atau securities crowd funding (SCF) diyakini dapat menjadi langkah awal kebangkitan pasar modal pasca pandemi Covid-19.
VP Economist Bank Permata Josua Pardede mengatakan bahwa inisiatif tersebut memberikan peluang bagi pengusaha muda dan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) untuk mendapatkan alternatif sumber pendanaan melalui pasar modal.
Dengan demikian, penghimpunan dana melalui pasar modal pun berpotensi semakin ramai pada tahun ini dan memperbesar ruang pemulihan kinerja pasar modal setelah diterpa sentimen negatif pandemi Covid-19.
“Namun, tidak serta-merta pasar modal langsung bergairah. Ini baru langkah awal saja. Masih perlu banyak dukungan lanjutan seperti pembinaan setiap UMKM dan literasi terkait produk baru ini,” ujar Josua kepada Bisnis, Senin (4/1/2021).
Dia menjelaskan, jika setelah mendapatkan SCF semakin banyak UMKM yang berhasil menjaga kinerjanya, bahkan berhasil naik kelas, maka dengan sendirinya investor akan berbondong-bondong mengakselerasi implementasi SCF itu dan semakin banyak UMKM yang menggalang dana melalui pasar modal.
Oleh karena itu, pembinaan UMKM dinilai menjadi salah satu poin penting setelah inisiatif kebijakan ini diluncurkan. UMKM harus tetap menjaga bahkan meningkatkan ekspektasi setiap investor dengan cerminan kinerjanya.
Baca Juga
Untuk diketahui, bertepatan dengan seremoni pembukaan perdagangan 2021 pada Senin (4/1/2021), Bursa Efek Indonesia dan OJK resmi meluncurkan SCF. Skema ini merupakan salah satu pembiayaan alternatif penggalangan dana melalui pasar modal.
Melalui skema ini, sebuah bisnis atau individu dapat mencari pendanaan dari satu atau beberapa investor di pasar modal. Selain itu, dana yang dihimpun bisa dilindung nilai (hedge) untuk jangka waktu tertentu.
Skema ini utamanya ditujukan bagi usaha kelas menengah dan perusahaan rintisan yang biasanya masih kesulitan untuk masuk ke pasar modal karena bentuk badan usahanya belum memenuhi kriteria skema pendanaan yang sebelumnya ada.
Sebagai contoh, berdasarkan POJK 37/POJK.04/2018 tentang Layanan Urun Dana Melalui Penawaran Saham Berbasis Teknologi Informasi (Equity Crowdfunding), badan usaha yang diperkenankan melakukan crowdfunding hanya yang berbentuk perseroan terbatas (PT) atau koperasi.
Dengan kata lain, securities crowdfunding ini merupakan transformasi atau bentuk baru dari equity crowdfunding dengan aturan yang lebih fleksibel dan cakupan yang lebih luas.
Melalui aturan baru, pasal ini akan diperluas sehingga badan usaha lain selain PT dan koperasi, seperti badan usaha yang berbentuk CV, NV, firma dan sebagainya, juga dapat melakukan crowdfunding di pasar modal.
Selain kriteria penerbit, OJK juga memperluas jenis efek yang ditawarkan melalui crowdfunding, dari yang sebelumnya hanya efek saham, nantinya ditambah dengan efek bersifat surat utang dan sukuk (EBUS).
OJK dan otoritas bursa lainnya berharap adanya revisi aturan equity crowdfunding menjadi securities crowdfunding akan membuat kesempatan penggalangan dana di pasar modal terbuka lebih lebar bagi UKM.