Bisnis.com, JAKARTA – Kilau emas pada tahun 2020 tampak sangat memukau. Logam mulia itu berhasil membukukan kinerja harga tahunan terbaik dalam 10 tahun terakhir. Kinerja cerah pun masih menanti emas.
Berdasarkan data Bloomberg, harga emas berjangka di bursa Comex berhasil menguat 24,42 persen sepanjang 2020 dan parkir di posisi US$1.895 per troy ounce pada akhir perdagangan 2020, Kamis (31/12/2020).
Kinerja itu merupakan penguatan tahunan terbesar bagi harga emas dalam 10 tahun terakhir. Pada 2019, emas hanya mampu menguat 18 persen di tengah sentimen perang dagang.
Pada 2020 penguatan emas didukung oleh pelemahan dolar AS ke level terendahnya sejak April 2018. Emas sempat menyentuh level tertinggi sepanjang sejarah, US$2.000 per troy ounce, pada medio Agustus 2020.
Adapun, sejak menyentuh rekor itu emas terus menurun, apalagi vaksin Covid-19 terus memberikan perkembangan positif yang mendorong optimisme di pasar keuangan dan menjauhkan investor dari aset aman seperti emas.
Namun, menjelang penutupan 2020 keadaan kembali mendukung harga emas untuk melanjutkan tren penguatannya seiring dengan penggelontoran stimulus jumbo oleh Pemerintah AS yang melemahkan dolar AS sehingga akhirnya emas tetap berhasil membukukan kinerja tahunan terbaik.
Baca Juga
Penguatan itu pun terjadi untuk harga emas batangan buatan dalam negeri, atau emas Antam garapan PT Aneka Tambang Tbk. (ANTM). Sepanjang 2020, harga emas batangan Antam untuk ukuran 1 gram telah menguat 25,16 persen dan parkir di level Rp965.000 per gram pada akhir perdagangan Kamis (31/12/2020).
Pada 2019, emas Antam hanya mampu menguat 14,3 persen. Adapun, pada 2020 emas Antam juga menyentuh level tertinggi sepanjang sejarah yaitu di level Rp1.065.000 per gram pada medio Agustus 2020.
Di sisi lain, indeks dolar AS yang mengukur kekuatan greenback di hadapan sekeranjang mata uang utama terkoreksi hingga 6,75 persen sepanjang 2020. Pada akhir perdagangan Kamis (31/12/2020) indeks dolar AS parkir di level 89,931.
Tim riset HSBC Holdings Plc dalam publikasi risetnya mengatakan bahwa pihaknya melihat emas berpeluang untuk naik lebih tinggi pada tahun ini karena berlanjutnya ketidakpastian pasar.
Perusahaan keuangan itu menilai sebagian besar kinerja emas tahun depan akan bergantung terhadap perkembangan Covid-19 yang diharapkan segera mereda dan pada akhirnya sebanding dengan kebijakan stimulatif yang sedang berlangsung.
“Dipimpin oleh Ketua Jerome Powell, Federal Reserve AS, juga telah mengisyaratkan bahwa kondisi moneter yang sangat mudah akan bertahan sepanjang 2021, menjadi katalis baik bagi emas,” tulis HSBC Holdings Plc dikutip dari Bloomberg, Minggu (4/1/2020).
Selain itu, upaya pemerintah AS untuk meneruskan stimulus fiskal lebih lanjut juga menjadi katalis sangat positif bagi emas karena membuat pasar dibanjiri likuiditas sehingga tren pelemahan dolar AS pun berlanjut.
Di sisi lain, sejumlah analis dan perusahaan keuangan global justru berpendapat sebaliknya. Morgan Stanley, contohnya, melihat emas dan logam mulia lainnya akan berada di bawah tekanan pada 2021 karena pasar keuangan sudah berangsur normal dan imbal hasil obligasi bertenor panjang sudah naik.
Secara terpisah, Tim Riset Panin Sekuritas dalam publikasi Market Outlook 2021 memperkirakan rata-rata harga emas pada 2021 berada di posisi US$1.690 per troy ounce, lebih rendah daripada rata-rata harga pada 2020 di posisi US$1.760 per troy ounce.
Namun, perkiraan rata-rata harga tahun depan masih jauh lebih tinggi daripada rata-rata harga pada 2019 di kisaran US$1.395 per troy ounce.
“Emas diekspektasikan akan menurun pada 2021, didorong oleh ekspektasi pertumbuhan ekonomi ke depan didorong dari perkembangan positif dari vaksin Covid-19,” tulis tim riset Panin Sekuritas, dikutip Minggu (3/1/2021).