Bisnis.com, JAKARTA - Harga karet berpeluang semakin mengembang seiring dengan hambatan produksi di sejumlah negara produsen utama, termasuk Indonesia.
Data dari Bloomberg pada Jumat (20/11/2020), harga karet untuk TSR20 di pasar Singapura ditutup level US$154 sen per kilogram, atau sama dengan posisi pada perdagangan sebelumnya.
Sepanjang November 2020, harga karet bergerak di kisaran US$149 sen hingga US$158,50 sen per kilogram. Pada 28 Oktober lalu, harga karet mencatatkan kenaikan terbesar sepanjang tahun dengan berada di level US$180,20 sen per kilogram.
Direktur TRFX Garuda Berjangka Ibrahim menyampaikan tren positif harga karet ditopang oleh terhambatnya produksi karet di negara-negara seperti Thailand dan Indonesia yang dilanda oleh siklus cuaca La Nina
Siklus tersebut menghasilkan cuaca yang ekstrim di kedua negara. Hal ini berakibat pada terhambatnya proses penyadapan karet. Sementara itu, tingkat permintaan terhadap komoditas ini terus menunjukkan kenaikan.
“Ini membuat output karet pada November terhambat, sehingga proses penyadapan kemungkinan baru dapat dilakukan pada Desember nanti,” ujarnya kepada Bisnis.
Baca Juga
Ke depannya, Ibrahim mengatakan tren positif pergerakan harga karet masih dapat berlanjut seiring dengan tingkat permintaan yang terjaga. Harga-harga komoditas, termasuk karet, juga akan diuntungkan dengan kabar positif terkait kejelasan paket stimulus dari Amerika Serikat yang tertunda akibat pelaksanaan pilpres.
Ibrahim memproyeksikan pergerakan harga karet di sisa tahun 2020 akan berada di level US$150 hingga US$161,50 per kilogram.
Sementara itu, laporan Commodity Markets Outlook yang dirilis oleh Bank Dunia menjelaskan, selama pandemi virus corona pergerakan harga karet mengikuti komoditas sejenis seperti kapas.
Laporan tersebut menyatakan, harga karet mengalami koreksi tajam sebelum pulih secara perlahan. Adapun permintaan karet selama terjadinya pandemi juga anjlok menyusul penutupan pabrik-pabrik pembuat ban yang pertama terjadi di China kemudian menjalar hingga Eropa dan Amerika Selatan.
“Umumnya, dua pertiga hasil produksi karet dunia dipergunakan untuk pembuatan ban kendaraan,” demikian kutipan laporan tersebut.
Meski telah menunjukkan tanda pemulihan, permintaan global terhadap karet masih terkoreksi 10 persen secara year-on-year (yoy) hingga September 2020. Jumlah produksi karet dunia pada periode yang sama juga turun 5 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Salah satu faktor penurunan produksi ini disebabkan oleh turut terhentinya produksi karet di Indonesia dan Thailand. Kedua negara yang merupakan pemasok karet terbesar di dunia itu mencakup lebih dari 50 persen penurunan produksi yang terjadi.
Bank Dunia memproyeksikan, harga karet dunia kemungkinan akan rebound hingga 3 persen pada 2021 mendatang. Hal ini terjadi seiring dengan pemulihan permintaan yang mulai terjadi pada tahun ini dan akan berlanjut hingga tahun mendatang.
Analis Senior ICIS Ann Sun mengatakan, penurunan harga karet tidak hanya terjadi pada komoditas karet alam (natural rubber). Akibat harga minyak yang anjlok selama pandemi, harga karet sintetis yang menjadi bahan baku untuk industri turunan minyak bumi juga mengalami penurunan.
Ia melanjutkan, rebound yang terjadi pada pasar otomotif di China akan membantu harga karet kembali mengalami kenaikan. Hal tersebut juga ditopang oleh melonjaknya penjualan sarung tangan karet selama pandemi virus corona.
Terhambatnya pasokan karet disebabkan oleh produksi yang terganggu oleh pembatasan pergerakan yang timbul akibat pandemi virus corona. Hal ini menyebabkan terjadinya kekurangan penyadap terampil di Thailand dan Malaysia.
Co Founder Halcyon Agri Corp, Andrew Trevatt memperkirakan harga karet akan bergerak fluktuatif di sisa tahun 2020. Hal ini menurutnya akan terjadi seiring dengan perdagangan spekulatif yang terjadi di China.
“Hal ini juga ditambah dengan reli harga pada Oktober 2020 yang kemudian kembali turun pada November,” jelasnya.
Sementara itu, China masih mendominasi pasar karet dengan menyumbang 40 persen dari total permintaan karet global.
Data dari Asosiasi Negara Produsen Karet Alam atau Association of Natural Rubber Producing Countries menyebutkan, pada periode Januari – Oktober 2020, China mengimpor sebanyak 4,5 juta metrik ton karet, atau lebih tinggi 587 ribu metrik ton dibandingkan dengan periode Januari – Oktober 2019.
“Jumlah permintaan karet dari China membeludak karena permintaan yang sempat tertahan selama lockdown mulai kembali seiring dengan dibukanya pabrik-pabrik di negara tersebut,” jelas Ekonom Senior Association of Natural Rubber Producing Countries, Jom Jacob.