Bisnis.com, JAKARTA— Investasi pemerintah senilai Rp8,5 triliun di PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. dalam bentuk obligasi wajib konversi (OWK) atau mandatory convertible bond (MCB) memberi ruang bagi perusahaan memperbaiki kinerja keuangan dan operasional.
MCB yang disetujui RUPS Luar Biasa menetapkan surat utang ini memiliki tenor maksimal selama 7 tahun yang wajib dikonversi menjadi saham baru perseroan pada tanggal jatuh tempo.
Adapun, konversi akan dilakukan melalui mekanisme penambahan modal tanpa hak memesan efek terlebih dahulu (PMTHMETD) sebagai bagian dari pelaksanaan amanat Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 118/PMK.06/2020 tentang Investasi Pemerintah dalam Rangka Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) serta untuk memperbaiki posisi keuangan perseroan.
Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra mengatakan perseroan kini sudah dapat melakukan diskusi lebih detail dalam pencairan MCB. Proses itu akan melalui pelaksana investasi Kementerian Keuangan yakni PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero).
“Kami berharap bisa selesai secepatnya, kami tentu saja berharap bisa diselesaikan sebelum akhir tahun,” ujarnya dalam konferensi pers secara virtual, Jumat (20/11/2020).
Irfan mengatakan dana yang diperoleh dari penerbitan OWK akan dipergunakan untuk mendukung likuiditas dan solvabilitas. Selain itu, suntikan investasi pemerintah akan digunakan untuk pembiayaan operasional perseroan.
Baca Juga
"Dengan disetujuinya penerbitan OWK tersebut tentunya kami optimis dapat semakin mendukung upaya penguatan likuiditas dan perbaikan posisi keuangan perseroan guna menunjang keberlangsungan usaha di masa yang akan datang,” imbuhnya.
Dalam prospektus yang disampaikan sebelumnya, emiten berkode saham GIAA itu menyebut ada risiko atau dampak penambahan modal kepada pemegang saham termasuk dilusi. Penerbitan OWK dengan nilai maksimum Rp8,5 triliun wajib dikonversi menjadi saham baru pada tanggal konversi.
Setelah penambahan modal dari transaksi perseroan menjadi efektif, persentase kepemilikan dari pemegang saham Seri B lain akan mengalami penurunan dilusi sebanyak 61 persen. Berdasarkan asumsi proforma, harga konversi berdasarkan 90 persen rerata harga penutupan selama kurun waktu 25 hari sejak tanggal 13 Oktober 2020 yakni Rp206.
Dengan asumsi itu, kepemilikan pemerintah Indonesia di GIAA akan bertambah dari 60,5 persen menjadi 84,8 persen setelah konversi OWK. Selanjutnya, PT Trans Airways milik konglomerat Chairul Tanjung menyusut dari 25,8 persen menjadi 9,9 persen serta porsi masyarakat akan terdilusi dari 13,7 persen menjadi 5,3 persen.