Bisnis.com, JAKARTA – Sektor properti diperkirakan menjadi salah satu yang paling cepat rebound pada 2021 setelah tertekan paling dalam pada tahun ini.
Analis Ciptadana Sekuritas Yasmin Soulisa menuliskan dalam riset terbarunya bahwa pandemi Covid-19 pada 2020 menjadi tantangan paling besar yang menerpa bisnis properti.
Pelemahan ekonomi yang berujung pada perubahan prioritas konsumsi dan investasi masyarakat membuat produk properti ditinggalkan dan harga rumah berguguran.
“Walaupun prospek jangka pendek sangat suram, kami yakin situasi akan kembali stabil pada 2021. Setelah pembatasan sosial dilonggarkan, ekonomi dan pasar properti akan rebound,” tulis Yasmin, seperti dikutip pada Minggu (15/11/2020).
Adapun, tren bekerja dari rumah (work from home) disebut akan menjadi salah satu faktor yang memengaruhi pasar properti ke depannya.
Yasmin memperkirakan hal itu akan berdampak pada strategi penetapan harga khususnya bagi pengembang properti residensial.
Baca Juga
Berdasarkan sentimen tersebut, Yasmin memilih saham top picks dari sektor properti masih dari para pemain besar di industri seperti PT Lippo Karawaci Tbk. (LPKR) dan PT Summarecon Agung Tbk. (SMRA).
Selain emiten yang memang memiliki bisnis inti properti, harapan pemulihan sepertinya juga akan dinikmati oleh perusahaan terbuka pelat merah yang memiliki lini bisnis properti.
Analis Ciptadana Sekuritas Arief Budiman menunjukkan PT Adhi Karya (Persero) Tbk. terlihat bisa ikut menikmati pemulihan sektor properti tahun depan.
Adapun, lini bisnis properti TOD (Transit-Oriented Development) milik emiten berkode saham ADHI tersebut diperkirakan bakal menjadi penopang kinerja jangka panjang.
“Perseroan telah meningkatkan upayanya untuk membangun TOD… Perseroan memperkirakan dapat menambah pemasukan hingga Rp55 triliun dalam 5-10 tahun [dari bisnis TOD],” tulis Arief.
Sedangkan untuk PT Waskita Karya (Persero) Tbk. walaupun perseroan terus mengembangkan lini bisnis propertinya, emiten berkode saham WSKT dinilai masih rentan dari sisi utang yang tinggi (high leverage).
Arief melihat WSKT masih akan berada di zona merah hingga 2021 karena kinerja dari sisi pendapatan dan marjin sangat tertekan pada masa pandemi.
“Terlebih lagi, beban bunga dari operasional jalan tol akan menggerus laba. Kami memberikan peringkat jual untuk WSKT karena prospek pendapatan yang menantang,” tulis Arief.
Kendati demikian, pembentukan Sovereign Wealth Fund (SWF) dinilai bisa menjadi katalis positif bagi WSKT untuk jangka panjang.
Analis Sucor Sekuritas Joey Faustian mengatakan SWF bakal menjadi solusi dari pendanaan jumbo yang dibutuhkan dalam pengembangan infrastruktur Indonesia.
“Kami yakin WSKT akan menjadi yang paling diuntungkan mengingat posisi utangnya [high leverage] dan kepemilikan aset jalan tol yang besar,” tulis Joey dalam riset.
Mengingat peluang divestasi aset jalan tol yang lebih besar dan cepat seiring pembentukan SWF, Joey merevisi naik perkiraan pendapatan WSKT pada 2021 dan 2022 masing-masing menjadi Rp358 miliar dan Rp909 miliar.
Lebih lanjut, penundaan rencana asset recycling WSKT akan berdampak negatif terhadap upaya perseroan mengurangi utang dan mendapatkan kontrak baru ke depannya.
“Setiap penundaan [divestasi] satu kuartal kami melihat WSKT akan kehilangan Rp300 miliar dari potensi pengurangan beban bunga,” tulis Joey.
Joey meningkatkan rekomendasi untuk WSKT menjadi hold dengan target harga Rp750 per saham.
Pada akhir perdagangan Jumat (13/11/2020), ADHI menguat 2,94 persen menjadi Rp700 per saham. Sementara WST ditutup naik 2,73 persen menjadi Rp940 per saham.
Dalam enam bulan terakhir, kedua saham tersebut melejit masing-masing 34,62 persen dan 59,32 persen.