Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Harga CPO dan Logam Diprediksi Naik, Indonesia Berpeluang Mendulang Cuan

Indonesia berpotensi meraup cuan dari peningkatan ekspor komoditas andalan. Harga diperkirakan bakal terdongkrak seiring dengan pemulihan perekonomian global.
Hamparan perkebunan PT Dharma Satya Nusantara Tbk. Istimewa
Hamparan perkebunan PT Dharma Satya Nusantara Tbk. Istimewa

Bisnis.com, JAKARTA – Perbaikan harga komoditas andalan Indonesia, seperti minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO) dan aneka logam disebut dapat mengerek naik indeks harga komoditas ekspor Indonesia di sisa tahun 2020.

Laporan dari Bank Indonesia, Senin (19/10/2020) menunjukkan perbaikan harga komoditas mulai tampak pada kuartal III/2020. Kenaikan harga komoditas terjadi pada tersebut ditopang oleh peningkatan permintaan dari China.

Kenaikan harga CPO disebabkan oleh tingginya permintaan dari China seiring dengan pertumbuhan positif penjualan makanan eceran serta kebijakan dari India yang melakukan restocking.

Adapun harga logam turut naik di kuartal III/2020 seiring dengan perbaikan permintaan dari China untuk infrastruktur. Kenaikan ini juga didukung oleh menguatnya permintaan di pasar aset.

“Harga minyak dunia pada kuartal III/2020 telah meningkat sejalan dengan pemulihan ekonomi global, tetapi kembali terkoreksi pada September 2020 didorong oleh penurunan compliance rate OPEC+ serta risk-off di pasar aset yang dipengaruhi rebalancing portofolio investor,” papar Bank Indonesia.

Data dari Bank Indonesia hingga 9 oktober 2020, indeks harga komoditas ekspor Indonesia telah terkontraksi hingga 4,4 persen. Kontraksi tersebut lebih besar dibandingkan dengan penurunan kinerja indeks harga komoditas ekspor Indonesia sepanjang 2019 yang hanya terkontraksi sebesar 3 persen.

Adapun, hingga 9 Oktober 2020, penurunan terbesar terjadi pada harga batu bara yang terkoreksi sebesar 20,5 persen, diikuti oleh harga karet dan timah yang masing-masing turun 9,7 persen dan 9,4 persen.

Hanya komoditas minyak sawit atau crude palm oil (CPO) dan kopi yang berhasil mencetak kenaikan harga, yaitu masing-masing naik 21 persen dan 3,4 persen.

Sementara itu, prospek volume perdagangan dunia membaik pada paruh kedua 2020 seiring dengan pemulihan ekonomi global. Perbaikan perekonomian global mendorong kenaikan volume perdagangan seiring meningkatnya permintaan sesuai perkiraan sebelumnya

Bank Indonesia juga mencatat adanya kenaikan permintaan komoditas ekspor yang bersumber dari AS dan China  di tengah penurunan permintaan dari India dan negara berkembang lainnya. 

Indikasi perbaikan volume perdagangan dunia tercermin dari peningkatan kegiatan ekspor berbagai negara dan indeks kontainer logistik global (Drewry World Container Index) yang meningkat pada kuartal III/2020.

Secara terpisah, Direktur TRFX Garuda Berjangka Ibrahim mengatakan, peluang kenaikan harga CPO dan komoditas logam masih cukup terbuka. Kenaikan tersebut nantinya juga akan menopang indeks harga komoditas ekspor indonesia di sisa tahun ini.

Ibrahim menjelaskan, beberapa katalis kenaikan harga komoditas berasal dari Amerika Serikat. Ia mengatakan, kabar kelanjutan pembahasan paket stimulus fiskal dinilai akan mendukung ekonomi dan bursa saham di negara tersebut, sehingga akan turut mengerek naik nilai komoditas.

Sentimen lain dari AS yang akan mempengaruhi pergerakan harga adalah pemilihan presiden di AS pada 3 November mendatang. 

Para pelaku pasar terus memantau katalis dari pilpres ini disamping juga menyiapkan skenario baik untuk kemenangan calon petahana Donald Trump ataupun Joe Biden.

Selain itu, lonjakan kasus virus corona di wilayah Amerika Serikat dan Eropa akan berimbas pada penutupan kembali sejumlah kota-kota besar di kawasan tersebut. Hal ini mengindikasikan adanya kemungkinan pelemahan perekonomian.

Hal tersebut, selanjutnya, akan terlihat pada rilis data produk domestik bruto (PDB) kuartal III/2020 negara-negara pada bulan Oktober yang kemungkinan besar menunjukkan pertumbuhan negatif.

“Lemahnya perekonomian negara, lanjutnya, pada akhirnya akan berdampak pada permintaan komoditas-komoditas,” jelasnya.

Khusus untuk CPO, Ibrahim mengatakan pembukaan lockdown di India juga akan memainkan peran yang signifikan dalam pergerakan harga. Ibrahim menjelaskan, pada September lalu, angka impor CPO India hanya mencapai 24 persen dari total keseluruhan.

Di sisi lain, kebijakan pemerintah India yang masih menutup kegiatan operasional hotel, restoran, dan bioskop berimbas pada melonjaknya konsumsi minyak kelapa sawit di india. Akibatnya, harga minyak kelapa sawit pun sempat mengalami penurunan.

“Tetapi, penurunan ini hanya bersifat sementara. Kami masih optimistis harga CPO masih dapat menembus 3.100 ringgit per ton hingga akhir tahun,” jelasnya.

Sementara itu, Ibrahim mengatakan kenaikan variatif juga akan dialami oleh beragam komoditas logam seperti tembaga, nikel, timah, dan lain-lain.

Selain sentimen diatas, Ibrahim menyebut  negosiasi antara Inggris dengan Uni Eropa terkait perjanjian perpisahan kedua pihak yang belum rampung akan sangat menentukan pergerakan harga komoditas dalam beberapa waktu ke depan.

“Peluang CPO dan sejumlah komoditas logam mengalami penguatan untuk mendukung indeks harga komoditas ekspor masih cukup terbuka sampai akhir tahun 2020,” pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper