Bisnis.com,JAKARTA— Penerbitan obligasi wajib konversi (OWK) diramal akan berdampak positif bagi PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. dan PT Krakatau Steel (Persero) Tbk. dalam jangka pendek. Kendati demikian, terdapat konsekuensi pengembali serta risiko dilusi saham yang harus ditanggung.
Tidak lama lagi dana investasi pemerintah untuk Garuda Indonesia dan Krakatau Steel akan segera cair. Kedua perusahaan pelat merah itu akan melangsungkan rapat umum pemegang saham luar biasa (RUPSLB) pada November 2020.
Agenda utama RUPSLB adalah meminta restu pemegang saham untuk menerbitkan obligasi wajib konversi (OWK) melalui melalui penambahan modal tanpa hak memesan efek terlebih dahulu (PMTHMETD).
Garuda Indonesia akan menggelar RUPSLB lebih dulu pada 20 November 2020. Emiten bersandi GIAA itu akan menerbitkan OWK dengan nilai sebanyak-banyaknya Rp8,5 triliun dengan jangka waktu 7 tahun.
Sementara itu, Krakatau Steel akan menerbitkan OWK dengan jumlah pokok sebanyak-banyaknya Rp3 triliun dan tenor 7 tahun sejak tanggal penerbitan.
Rencananya, transaksi akan dilakukan setelah diperoleh persetujuan dalam RUPSLB pada 24 November 2020.
Baca Juga : Garuda (GIAA) Emisi OWK Rp8,5 Triliun, Saham Chairul Tanjung Bisa Terdilusi Jadi 9 Persen |
---|
Associate Director BUMN Research Group (BRG) LM-Universitas Indonesia Toto Pranoto mengatakan penerbitan OWK tidak dapat dihindari oleh KRAS dan GIAA di tengah situasi sulit pandemi Covid-19. Langkah itu diharapkan menjadi jalan keluar agar kesulitan likuiditas dapat teratasi.
Toto mengharapkan dua perusahaan BUMN itu bisa bertahan. Selain itu, pihaknya berharap keduanya mampu mengembalikan kewajiban.
“Apabila investor ragu atas masa depan kedua emiten pelat merah ini, tentu saatnya mereka memilih untuk ambil posisi hold or sell sebelum sahamnya terdilusi,” imbuhnya.
Berdasarkan data Bloomberg, harga saham GIAA dan KRAS kompak menguat pada perdagangan Kamis (15/10/2020). Keduanya parkir di zona hijau dengan kenaikan masing-masing 2,50 persen dan 2,20 persen.
Laporan komposisi kepemilikan per 30 September 2020 menunjukkan pemerintah Indonesia mengempit 60,54 persen saham GIAA. Sisanya, Chairul Tanjung melalui PT Trans Airways memegang 25,80 persen dan masyarakat 13,66 persen.
Adapun, KRAS dimiliki oleh pemerintah Indonesia sebesar 80 persen. Sisanya, masyarakat mengempit kepemilikan 20 persen.
Secara terpisah, Analis Sucor Sekuritas Hendriko Gani mengatakan penerbitan OWK berpotensi memperbaiki struktur keuangan dan kinerja. Pasalnya, dana segar dapat menambah cash yang dapat digunakan untuk menambah likuiditas emiten
“Selain itu, juga dengan OWK ini emiten dapat mengurangi beban utang pada saat jatuh tempo nanti,” tuturnya.
Hendriko mengatakan penerbitan OWK dapat menjadi sentimen positif dalam jangka pendek dan menengah bagi investor. Hal itu khususnya apabila dana OWK dimanfaatkan dengan baik untuk memperbaiki kinerja perusahaan.
“Namun, dalam jangka panjang investor harus memperhitungkan kembali valuasi kedua emiten karena hal ini akan mendilusi saham cukup signifikan pada saat obligasi tersebut jatuh tempo,” ujarnya.
Di lain pihak, Analis PT Phillip Sekuritas Anugerah Zamzami mengatakan penggalangan dana cukup penting bagi GIAA dan KRAS. Aksi korporasi itu diperlukan untuk memperbaiki neraca keuangan serta kelangsungan bisnis.
“Potensi dilusi memang ada jika nanti dikonversi jadi saham. Tapi terlepas dari itu, sekarang belum menarik untuk dilirik kedua emiten tersebut,” tuturnya.