Bisnis.com, JAKARTA - Posisi imbal hasil atau yield Surat Utang Negara (SUN) bertenor 10 tahun yang mendekati level 7 persen dinilai bukan disebabkan faktor tunggal Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di DKI Jakarta.
Kenaikan yield tersebut juga didorong oleh volatilitas yang meningkat dari global dan pelemahan mata uang rupiah mendekati Rp15.000.
CIO Fixed Income Manulife Aset Manajemen Ezra Nazula mengatakan dampak PSBB ketat di ibu kota negara Indonesia tidak akan berpengaruh banyak terhadap pasar obligasi. Malah, ada harapan suku bunga dipertahankan di level rendah sehingga bakal positif bagi instrumen surat utang.
“Saya lihat kemarin bond yield naik hampir ke 7 persen lebih dikarenakan kondisi global yang volatil di mana masih banyak sekali ketidakpastian misalnya perkembangan vaksin Covid-19 dan Pemilu AS,” ujar Ezra kepada Bisnis, Rabu (17/9/2020).
Indeks volatilitas dunia disebut Ezra sedikit meningkat beberapa waktu terakhir karena investor khawatir dengan penyebaran Covid-19 yang kembali masif di beberapa negara.
Selain itu, ketidakpastian juga datang dari Amerika Serikat seiring dengan pelaksanaan Pemilu presiden pada November 2020.
Baca Juga
Volatilitas global tersebut pun menekan performa rupiah ke level Rp14.800 dan semakin mendekati Rp15.000.
Namun demikian, volatilitas tersebut dinilai Ezra tidak akan berlangsung lama. Hingga akhir tahun ini, yield SUN bertenor 10 tahun diperkirakan bisa kembali minimal ke 6,5 persen.
Apabila investor asing masuk kembali ke Indonesia dan rupiah terjaga pada level bottom Rp15.000 per dolar AS, bukan tidak mungkin penurunan yield bisa ke 6 persen pada akhir tahun nanti.
“Jika sudah ada lebih risk on dari global dan terlihat sentimen positif [penemuan vaksin dan kepastian Pemilu AS] lagi, itu yield akan turun minimal ke 6,5 persen,” tutur Ezra.
Adapun, sampai dengan akhir bulan ini Ezra memperkirakan yield SUN 10 tahun berada pada kisaran 6,5 persen - 6,8 persen.