Bisnis.com, JAKARTA - Analis memperingatkan reli harga kedelai berjangka yang berlangsung dalam beberapa perdagangan terakhir telah memberikan sinyal overbought secara teknikal sehingga berpotensi berbalik melemah.
Market Analyst StoneX Arlan Suderman mengatakan bahwa pihaknya cukup terkejut melihat tren pergerakan harga kedelai berjangka dalam beberapa perdagangan terakhir.
Bagaimana tidak, berdasarkan data Bloomberg, pada perdagangan Senin (14/9/2020) hingga pukul 14.47 WIB harga kedelai berjangka untuk kontrak November 2020 di bursa Chicago menguat 7,50 poin atau 0,75 persen ke level US$10,03 per bushel.
Ini merupakan pertama kalinya sejak dua tahun lalu, tepatnya Juni 2018, harga kedelai menembus ke atas level US$10 per bushel. Kenaikan itu pun sekaligus memperpanjang penguatan yang terjadi pada akhir pekan lalu.
Adapun, penguatan diyakini masih didukung oleh respon pasar terhadap tekanan pasokan seiring dengan laporan Departemen Agrikultur AS terkait ancaman gagal panen akibat badai.
“Saya sangat prihatin tentang prospek harga dalam jangka pendek, terutama kedelai. Secara teknikal, harga komoditas itu sangat overbought dan laporan USDA terbaru tidak memberikan katalis positif tambahan baru sehingga harga sangat rentan,” ujar Suderman seperti dikutip dari Bloomberg, Senin (14/9/2020).
Baca Juga
Adapun, pada pekan lalu harga kedelai sempat menguat selama 12 sesi perdagangan berturut-turut, menjadi reli terpanjang bagi kontrak teraktif kedelai sejak 1980.
Penguatan dipimpin oleh proyeksi pembelian kedelai dari China. Berdasarkan data USDA, penjualan kedelai AS ke China telah naik signifikan selama empat hari perdagangan terakhir menjadi sebesar 238.000 ton dan sebesar 132.000 ton ke daerah lainnya.
USDA menyebutkan bahwa kenaikan penjualan komoditas agrikultur andalan AS itu merupakan laju tercepat dalam tujuh bulan terakhir. Para analis menyebutkan China meningkatkan pembelian dalam beberapa bulan terakhir karena untuk memenuhi permintaan dari industri babi yang pulih lebih cepat daripada perkiraan.
Untuk diketahui, pada tahun lalu China mengalami penyebaran flu babi yang membuat lebih dari setengah kawanan babi di negara itu mati. Hal itu membuat permintaan kedelai sebagai pangan babi dari China, yang juga merupakan konsumen kedelai utama di dunia, melemah.
Selain itu, peningkatan penjualan kedelai AS oleh China juga merupakan bagian dari kesepakatan dagang fase satu oleh kedua negara.