Bisnis.com, JAKARTA – Sejumlah perusahaan sekuritas masih mempertahankan target IHSG kendati kontraksi indeks baru-baru ini membangkitkan kenangan keruntuhan pasar pada kuartal I/2020.
Pelemahan harga terdalam sejak Maret 2020 pada Kamis (10/9/2020) tak berlangsung lama, namun pemulihan saat ini dinilai masih berisiko.
Walaupun sempat turun lebih dari 5 persen pada perdagangan Kamis (10/9/2020) setelah Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengumumkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) tahap kedua, IHSG mampu rebound pada akhir perdagangan Jumat (11/9/2020).
Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia, IHSG tetap kembali ke atas level 5.000 dengan penguatan 2,56 persen menjadi 5.016 pada akhir perdagangan Jumat (11/9/2020).
Di sepanjang hari perdagangan, investor asing mencatatkan jual bersih atau net sell senilai Rp2,26 triliun.
Vice President Research Artha Sekuritas Frederik Rasali menilai rebound IHSG pada akhir pekan ini masih memiliki risiko karena derasnya aliran modal asing yang keluar.
Baca Juga
“Selain itu yield dari obligasi pada 9 September adalah 6,8 persen kini mencapai 7,01 persen, artinya ada aliran dana keluar secara menyeluruh, bukan hanya pindah aset saja,” jelas Frederik kepada Bisnis, Jumat (11/9/2020).
Adapun, Artha Sekuritas mempertahankan target IHSG hingga akhir tahun ini pada level 5.200 dengan pertimbangan sentimen pasar saham masih berasal dari perkembangan virus Corona.
Senada, Kepala Riset Mirae Asset Sekuritas Indonesia Hariyanto Wijaya juga mempertahankan target IHSG untuk skema dasar pada level 5.400.
“Saya saat ini masih mempertahankan base-case scenario IHSG akhir tahun sebesar 5.400,” kata Hariyanto.
Mirae Asset Sekuritas pun menjagokan emiten sektor komoditas, tambang logam, semen, dan barang konsumer untuk dapat dicermati investor pada sisa tahun ini seperti AALI, LSIP, TINS, INCO, UNTR, INDF, ICBP, dan SMGR karena dinilai paling tahan banting di situasi sekarang.
Hariyanto memperkirakan emiten komoditas khususnya yang bergerak di sektor minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO) dan tambang logam akan menjadi yang paling kecil terdampak pemberlakuan PSBB total kali ini.
Pasalnya, perusahaan-perusahaan itu masih dapat berproduksi dan mengekspor produk ke target pasar di luar negeri.
Lagipula, emiten CPO dan tambang logam saat ini juga tengah menikmati kenaikan harga komoditas dan pelemahan nilai tukar rupiah. Pelemahan rupiah dapat meningkatkan pundi-pundi keuangan perusahaan karena penjualan ekspor utamanya dilakukan dalam mata uang dolar AS.
Dari sisi manajer investasi, PT Sucorinvest Asset Management mempertahankan posisi overweight untuk aset saham kendati IHSG sempat anjlok berlebihan.
Presiden Direktur Sucorinvest Asset Management Jemmy Paul Wawointana berpendapat bahwa aksi jual dari investor baru-baru ini tidak akan menekan IHSG lebih rendah ke bawah 4.000.
“Kami tetap overweight untuk saham. Kami tidak akan membeli [saham] terlalu banyak saat ini, tapi kami tidak mau menjual juga,” kata Jemmy seperti dikutip dari Bloomberg.
Jemmy menilai apabila Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) diberlakukan kembali selama lebih dari satu bulan, kemungkinannya sangat besar hal itu dapat menekan Produk Domestik Bruto (PDB).
Manajer investasi yang mengelola dana sekitar Rp13 triliun tersebut pun cenderung menyukai saham-saham telekomunikasi dan beberapa saham perbankan yang sudah turun terlalu dalam.
Sebelumnya, Jemmy mengatakan pihaknya termasuk yang bullish melihat prospek IHSG tahun ini. Dengan demikian, saham-saham yang kapitalisasi pasarnya mendominasi indeks seperti saham sektor perbankan menjadi pilihan utama dalam menyusun portofolio reksa dana saham pada semester II/2020.