Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pasar SUN Diprediksi Terus Bersinar, Kenapa?

Surat utang negara (SUN) dinilai masih menjadi pilihan utama investor untuk menaruh dananya di tengah ketidakpastian akibat pandemi Covid-19.
Pialang memperhatikan Yield SUN Indonesia/Antara-Prasetyo Utomo
Pialang memperhatikan Yield SUN Indonesia/Antara-Prasetyo Utomo

Bisnis.com, JAKARTA — Surat utang Indonesia masih menjadi salah satu instrumen yang menjadi pilihan utama investor di tengah pandemi tahun ini. Pasar obligasi pun diproyeksi makin memikat jika penyebaran virus dapat benar-benar tertangani.

Berdasarkan data Bloomberg, imbal hasil surat utang negara (SUN) tenor 10 tahun Indonesia parkir di level 6,88 persen persen pada Jumat (7/8/2020), sedangkan tenor 5 tahun ada di level 5,93 persen.

Head of Economic Research Pefindo Fikri C. Permana memproyeksikan penyerapan SUN masih akan sangat positif hingga akhir tahun nanti. Pasalnya, dia menilai SUN masih menjadi pilihan utama investor untuk menaruh dananya di tengah ketidakpastian saat ini.

Apalagi, tambahnya, masih ada potensi suku bunga acuan untuk kembali turun sehingga akan membuat yield ikut tertekan. Sebagaimana diketahui, jika yield menurun maka harga obligasi akan naik.

Selain itu, Fikri menyebut spread antara yield obligasi Indonesia dengan US Treasury masih lebar, begitu pula jika dibandingkan obligasi-obligasi negara lain, imbal hasil yang ditawarkan obligasi Indonesia terbilang cukup tinggi.

Sebagai perbandingan, yield obligasi AS yakni US Treasury tenor 10 tahun berada di level 0,56 persen, Jepang 0,08 persen, Taiwan, 0,36 persen, Singapura 0,81 persen, Thailand 1,22 persen, dan Malaysia 2,52 persen.

“Selain real return obligasi kita juga besar, di saat yang sama rating Indonesia masih BBB, jadi secara overall risikonya tidak jelek-jelek amat. Masih sangat menarik dan akan makin menarik buat global,” tutur Fikri kepada Bisnis, Minggu (9/8/2020)

Meskipun demikian, dia mengakui penyerapan SUN di pasar saat ini masih belum maksimal terutama karena investor asing belum kembali sepenuhnya ke Indonesia. Hal ini juga yang menyebabkan yield Indonesia belum turun secara maksimal.

Menurutnya, perkembangan pasar obligasi masih sangat tergantung dengan perkembangan kasus Covid-19 di Indonesia, yang sayangnya saat ini masih terus menanjak selepas pelonggaran pembatasan sosial berskala besar.

Dia mengasumsikan, jika penambahan kasus terinfeksi bisa ditekan di bawah 1.000 kasus baru per hari, investor asing akan mulai kembali berani masuk pasar obligasi Indonesia dan sebaliknya.

“Kalau sekarang kan Jakarta saja malah jadi yang terparah, padahal Jakarta pusat keuangan nasional. Jadi gimana mau normal lagi kalau kehidupan aja belum normal,” ujarnya.

Senada, Associate Director Fixed Income Anugerah Sekuritas Indonesia Ramdhan Ario Maruto mengatakan investor asing belum mau risk off karena masih menunggu situasi lebih terkendali.

Dia melihat saat ini pasar masih menunggu perkembangan vaksin Covid-19 yang tengah memasuki tahap uji coba. Pun, dia memproyeksikan dana investor asing akan mengalir deras selepas vaksin bisa benar-besar diproduksi massal.

“Krisis karena pandemi bisa cepat reda kalau ini selesai dan jika saat itu tiba pasar keuangan akan cenderung pulih lebih cepat,” tuturnya.

Ramdhan melihat krisis tersebut yang menghambat penyerapan obligasi, meski pasar sebenarnya berangsur pulih. Dia menyebut keluarnya dana asing dari Indonesia membuat pasar cenderung kurang likuid.

“Ya asing belum banyak masuk lagi ke kita, normalnya porsi asing di kepemilikan SBN itu 38-40 persen, sekarang masih di sekitar 30 persen. Jadi masih sangat didominasi domestik,” ujar Ramdhan.

Meskipun demikian, dia optimistis pasar akan terus berangsur pulih dan penyerapan obligasi akan terus meningkat hingga akhir tahun nanti. Ramdhan juga menyebut pasar akan berbalik melesat di tahun depan.

“Sekarang aja pasar kita cukup kuat. Lalu tren suku bunga rendah akan terus berlanjut tidak cuma di Indonesia tapi juga global, jadi imbal hasil dan spread kita yang masih tinggi akan tetap menarik,” pungkasnya.

Adapun, dia memprediksi suku bunga acuan dapat turun sekitar 25 bps dan yield acuan tenor 10 tahun dapat terus ditekan hingga mendekati level 6,5 persen—6 persen di tahun depan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper