Bisnis.com, JAKARTA — Saham pertambangan logam berhasil menjadi lokomotif penggerak indeks Jakmine dalam beberapa perdagangan terakhir, menggantikan saham pertambangan energi yang dulu sempat menjadi panglima. Kilau harga emas menjadi salah satu faktor utama.
Berdasarkan data Bloomberg, pada perdagangan Jumat (7/8/2020), indeks Jakmine berada di posisi 1.420,039, melemah 1,21 persen. Indeks Jakmine beranggotakan 47 emiten yang bergerak di bidang pertambangan, mulai dari batu bara, logam, hingga minyak dan gas.
Akhir pekan lalu, kapitalisasi pasar Jakmine berada di posisi Rp313,52 triliun. Angka turun 8,1 persen dibandingkan dengan posisi kapitalisasi pasar Indeks Jakmine pada awal tahun ini, yang ada di kisaran Rp341,17 triliun.
Pada awal 2020, 5 emiten dengan bobot terbesar untuk indeks kala itu dikuasai oleh emiten batu bara, yaitu PT Bayan Resources Tbk. (BYAN) 15,53 persen, PT Adaro Energy Tbk. (ADRO) 14,01 persen, PT Vale Indonesia Tbk. (INCO) 10,5 persen, PT Bukit Asam Tbk. (PTBA) 8,84 persen, dan PT Merdeka Copper Gold Tbk. (MDKA) 6,99 persen.
Namun, menyusul gejolak harga emas dunia hingga ke level tertinggi sepanjang sejarah, kapitalisasi pasar MDKA melejit dan menjadi terbesar di antara saham indeks ini.
Saat ini, MDKA memiliki total kapitalisasi pasar sebesar Rp44,89 triliun, meroket 88,1 persen dari posisi perdagangan awal tahun ini, yang senilai Rp23,86 triliun. Kinerja itu pun berhasil membalap BYAN dan ADRO yang semula menjadi duo kapitalisasi terjumbo di indeks Jakmine.
Baca Juga
Kapitalisasi pasar BYAN telah menyusut 20,4 persen dari awal tahun ini menjadi hanya sebesar Rp44 triliun dan turun peringkat menjadi posisi kedua. Sementara itu, kapitalisasi pasar ADRO menyusut 26,75 persen menjadi hanya sebesar Rp35,02 triliun dan turun peringkat ke posisi empat besar.
Di sisi lain, INCO berhasil mempertahankan posisinya sebagai saham dengan kapitalisasi pasar terbesar ketiga di indeks Jakmine. Kapitalisasi pasar perseroan naik tipis 0,83 persen sejak awal tahun ini menjadi sebesar Rp36,26 triliun.
Analis Samuel Sekuritas Dessy Lapagu mengatakan saham-saham pertambangan logam telah menjadi salah satu saham pilihan utama investor di tengah kondisi pandemi Covid-19 yang masih berlangsung.
Hal itu pun tercermin dari pergerakan saham-saham pertambangan logam dalam 6 bulan terakhir, seperti MDKA yang naik hingga 73,73 persen, INCO 11,96 persen, dan saham PT Aneka Tambang Tbk. (ANTM) yang menguat 12 persen.
Kinerja itu kontras dengan pergerakan saham pertambangan batu bara yang cenderung masih di zona merah dalam periode yang sama. BYAN masih terkoreksi 13,16 persen, ADRO 15,44 persen, dan PTBA turun 8,48 persen.
Performa saham tambang logam itu turut sejalan dengan pergerakan harga emas yang terus mencetak rekor dalam beberapa perdagangan terakhir. Pada akhir perdagangan Jumat (7/8), harga emas spot berada di posisi US$2.035,55 per troy ounce, level tertinggi emas sepanjang sejarah.
Dessy menjelaskan kinerja emiten logam yang baik itu juga membuka pintu kemungkinan saham-saham itu yang akan mendominasi pergerakan indeks Jakmine ke depannya, menggantikan saham-saham batu bara.
“Karena dari sisi preferensi investor juga saat ini lebih cenderung ke saham-saham tambang logam,” ujarnya kepada Bisnis, Kamis (6/8).
Sementara itu, Analis Ekuitas Panin Sekuritas Juan Harahap mengatakan kenaikan kapitalisasi pasar saham pertambangan logam itu sejalan dengan pergerakan sahamnya. Menurutnya, dalam beberapa perdagangan ke depan, saham tambang batu bara masih akan menjadi pemberat laju indeks Jakmine seiring dengan masih tertekannya harga komoditas itu.
Harga batu bara masih memiliki sentimen negatif dari proyeksi permintaan yang lebih lemah akibat perlambatan ekonomi dunia, terutama China yang saat ini cenderung menahan impor.
“Namun, untuk tahun depan, saham-saham logam menyusul saham batu bara tampaknya masih agak susah, karena permintaan diyakini sudah pulih yang kembali akan menjadi tenaga bagi saham-saham batu bara itu,” terang Juan kepada Bisnis.