Bisnis.com, JAKARTA - Harga emas diprediksi melemah pada pekan depan seiring dengan membaiknya data ekonomi Amerika Serikat, sehingga turut meningkatkan dolar AS.
Pada penutupan perdagangan Jumat (7/8/2020) atau Sabtu pagi WIB, harga emas spot anjlok 1,36 persen atau 27,99 poin menjadi US$2.035,55 per troy ounce. Hari itu, harga emas fluktuatif dan bergerak di rentang US$2.015,58 - US$2.075,47, yang artinya sempat mencatatkan rekor tertinggi baru.
Sepanjang tahun berjalan, harga emas sudah menguat 34,16 persen. Adapun, koreksi harga emas sejalan dengan rebound dolar AS.
Akhir pekan ini, indeks dolar AS ditutup menguat 0,7 persen atau 0,647 poin menjadi 93,435, setelah bergerak di rentang 92,763 - 93.623. Sepanjang 2020, indeks dolar AS koreksi 3,06 persen.
Laporan Valbury Asia Futures menyebutkan harga emas langsung turun lebih dari 2 persen setelah laporan pertumbuhan pekerjaan AS yang lebih baik dari perkiraan
mendorong penguatan dolar AS.
"Aksi ambil untung emas terjadi, tetapi pandemi yang memburuk membuat harga tetap berada di jalur kenaikan mingguan terpanjang dalam sekitar satu dekade. Resistan di US$2065,85, support di US$2.005,35," paparnya dalam publikasi riset.
Baca Juga
Valbury merekomensasikan jual harga emas di harga US$2.033, dan stop loss di US$2.043. Target harga antara US$2.015 dan US$2.005.
Harga emas global beberapa kali mencatatkan rekor tertinggi baru pada pekan ini. Namun, membaiknya data tenaga kerja Amerika Serikat menumbuhkan rasa optimistis soal pemulihan ekonomi.
Laporan Monex Investindo Futures menyebutkan harga emas kembali mencetak level tertinggi baru pada awal perdagangan hari Jumat (7/8) dan berada di jalur untuk kenaikan mingguan kesembilan beruntun.
Kenaikan harga emas ditopang meningkatnya permintaan yang disebabkan melemahnya dolar AS, turunnya yield Treasury AS, dan kekhawatiran terhadap pelemahan ekonomi global seiring melonjaknya kasus virus corona.
"Harga emas spot sempat mencapai level tertinggi di US$2075. Untuk pekan ini harga emas telah naik sekitar 4,7 persen," jelas Monex.
Namun, dolar AS berbalik menguat setelah rilis data tenaga kerja AS yang menjadi fokus pasar pekan ini. Harga emas pun sebaliknya mengalami kejatuhan.
Data Non-Farm Payroll AS dilaporkan 1,763 juta orang, turun signifikan dari sebelumnya 4,8 juta orang pada laporan bulan Juli. Walau di atas ekspektasi 1,53 juta orang, hasil data ini menunjukkan kekhawatiran bahwa optimisme ekonomi AS sudah pada batasnya.
"Dan kemungkinan perlambatan lebih lanjut di tengah masih tingginya jumlah pasien corona di AS menjadi penghambat bagi dolar AS," papar Monex.
Namun demikian, laporan tingkat pengangguran menunjukkan penyusutan, pendapatan rata-rata meningkat dibandingkan bulan lalu, dan harapan pasar terhadap langkah stimulus kedua dari pemerintah - yang masih diperdebatkan oleh Kongres AS - menjaga minat pasar terhadap dolar AS.