Bisnis.com, JAKARTA — Implementasi electronic trading platform (ETP) tahap II akan mulai dilakukan pada awal tahun depan, sejalan dengan izin penyelenggara pasar alternatif (PPA) yang telah dikantongi PT Bursa Efek Indonesia.
ETP tahap II merupakan sistem baru yang disiapkan bursa untuk menjadi penyelenggara pasar alternatif bagi efek bersifat utang dan sukuk (EBUS), setelah Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerbitkan peraturan tentang penyelenggara pasar alternatif pada Februari 2019 lalu.
Direktur Perdagangan dan Penilaian Anggota Bursa BEI Laksono Widodo mengatakan BEI dianggap memenuhi syarat-syarat yang ditentukan OJK dan telah mengantongi izin untuk menjadi penyelenggara pasar altenatif bagi obligasi.
“Izin penyelengaraan dari OJK sudah dapat dan untuk [izin] perdagangan EBUS-nya DJPPR sedang dalam proses,” ungkapnya kepada Bisnis, Kamis (23/7/2020).
Dia optimistis izin tersebut dapat keluar dalam waktu dekat. Di saat bersamaan, sistem electronic trading platform (ETP) tahap II juga ditargetkan rampung sebelum akhir tahun sehingga implementasinya dapat dilakukan dalam waktu dekat.
“[Perizinan selesai] akhir tahun ini, untuk implementasi tahun depan ya,” imbuhnya.
Sebelumnya, bursa sudah menyediakan ETP untuk transaksi obligasi. Namun model ETP tahap pertama itu tidak terlalu direspon baik oleh pasar sehingga transaksi masih dilakukan di luar bursa atau over the counter (OTC).
Adapun, pada ETP tahap pertama tersebut partisipan utamanya adalah para anggota bursa. Padahal, dibandingkan perbankan, kepemilikan anggota bursa pada instrumen SBN sangat terbatas sehingga tidak dapat menjadi penggerak pasar.
Laksono mengatakan untuk ETP tahap II ini partisipannya diperluas, tak hanya sebatas para anggota bursa, melainkan kalangan perbankan dan broker pasar uang. Pun, dia mengharapkan adanya implementasi platform baru ini akan membuat pasar lebih baik.
“Dari segi transparansi juga pembentukan harga juga lebih baik,” tuturnya.
Sebagai informasi, peraturan yang melandasi implementasi PPA atau penyelenggara pasar alternatif adalah POJK Nomor 8/POJK.04/2019 tentang Penyelenggara Pasar Alternatif.
POJK ini memberi ruang bagi berbagai pihak untuk menjadi PPA dengan sejumlah syarat antara lain berbentuk badan usaha perseroan terbatas, mendapat izin usaha PPA dari OJK, memiliki modal disetor Rp100 miliar, serta berdomisili dan berkegiatan operasional di Indonesia.
Efek yang diperdagangkan melalui PPA antara lain EBUS yang telah dijual melalui penawaran umum, surat berharga negara, dan/atau EBUS lain yang ditetapkan oleh OJK. PPA wajib menyediakan sistem dan/atau sarana dalam rangka mendukung perdagangan dan pengawasan perdagangan EBUS sesuai ketentuan rinci dari OJK.
PPA dapat memberikan layanan untuk mempertemukan transaksi efek dengan mekanisme inter-dealer, multi-dealer, atau cross-matching execution kepada pengguna jasa yang telah memenuhi syarat yang ditetapkan oleh PPA.
Pun, PPA sendiri dilarang untuk menjadi pihak yang melakukan transaksi secara langsung untuk kepentingan diri sendiri di dalam sistem yang diselenggarakannya.
Pihak yang dapat menggunakan jasa PPA antara lain perantara pedagang efek untuk EBUS, lembaga jasa keuangan yang diawasi OJK, dan/atau pihak lain yang disetujui OJK. PPA dapat melarang pengguna jasanya untuk melaksanakan transaksi atas EBUS di luar PPA, kecuali di bursa efek.