Bisnis.com, JAKARTA - Emiten pertambangan batu bara, PT Bumi Resources Tbk.,berupaya menekan ongkos produksi untuk menghadapi fluktuasi harga batu bara.
Director & Corporate Secretary Bumi Resources Dileep Srivastava menjelaskan tidak akan memangkas target panduan kinerja operasional yang sudah ditetapkan pada awal tahun ini meskipun masih diterpa banyak tantangan bisnis akibat pandemi Covid-19.
Tantangan tersebut salah satunya adalah pelemahan harga batu bara yang terus bergerak di kisaran US$50 hingga US$55 per ton. Dia berharap harga batu bara global dapat bergerak naik ke level US$60 per ton agar emiten berkode saham BUMI itu dapat mengakselerasi kinerja keuangannya.
"Oleh karena itu, untuk menghadapi penurunan harga, BUMI akan berupaya memangkas biaya produksi agar dapat menghasilkan marjin keuntungan yang lebih tinggi dan menjaga kas perseroan," paparnya, Kamis (9/7/2020).
Saat ini, rata-rata biaya produksi Bumi Resources berada di kisaran US$34 per ton. Dileep mengatakan bahwa perseroan akan berusaha untuk memangkas biaya produksi itu US$2 hingga US$4 per ton sehingga biaya produksi berada di posisi US$30 per ton.
Dileep mengatakan bahwa dari total produksi batu bara yang ditargetkan tahun ini di kisaran 85 juta hingga 90 juta ton, sebagian besar sudah masuk ke dalam kontrak penjualan.
Baca Juga
“Hanya sekitar 25 persen hingga 20 persen yang masih belum dijadikan kontrak, tetapi kami masih optimistis akan tercapai dan akan terus memantau pasar untuk menentukan strategi kami ke depannya,” ujarnya.
Adapun, sepanjang paruh pertama tahun ini BUMI telah memproduksi batu bara di kisaran 41 juta hingga 42 juta ton dengan rata-rata realisasi harga di kisaran US$45-US$48 per ton.
“Kami yakin jika harga batu bara bisa naik lebih tinggi lagi, kinerja keuangan kami bisa lebih baik lagi dan kemampuan pembayaran utang kami menjadi lebih meningkat,” papar Dileep.
Dia menuturkan pasar yang masih prospektif di tengah pandemi Covid-19 adalah pasar Asia Tenggara dan Jepang. Di sisi lain, hingga saat ini pasar batu bara perseroan masih berfokus pada pasar dalam negeri, India, dan China.
Selain itu, perseroan juga mengaku akan menggenjot produksi batu bara dengan kalori tinggi. Strategi tersebut pun sudah tercermin dari stripping ratio perseroan yang naik 4 persen ke 8,1 pada kuartal I/2020 dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu sebesar 7,8.
Dileep menjelaskan untuk menjaga kinerja, perseroan juga akan menggunakan momentum dari lemahnya harga minyak, mengingat sebesar 25 persen dari biaya produksi BUMI terkait minyak.
Perseroan juga akan mendorong anak usaha, PT Bumi Resources Minerals Tbk. (BMRS), untuk mendiversifikasi pendapatan dari batu bara setelah keberhasilan dari percobaan produksi emas di Palu dan dimulainya produksi secara komersial untuk komoditas seng di Dairi pada tahun depan.