Bisnis.com, JAKARTA — Sistem penawaran umum saham perdana secara elektronik atau electronic initial public offering (e-IPO) dinilai dapat menggenjot jumlah investor di pasar modal.
Pasalnya, dengan transparansi yang ditawarkan sistem elektronik tersebut makin banyak investor yang dapat berpartisipasi dalam proses IPO.
Presiden Direktur CSA Institute Aria Santoso, menyampaikan bahwa e-IPO merupakan penyesuaian mekanisme IPO dengan kemajuan teknologi. Pada akhirnya, bakal tercipta kemudahan bagi banyak pihak untuk melakukan proses IPO dan terbuka peluang bagi investor untuk ikut dalam penawaran saham perdana.
“Dengan e-IPO memang pada akhirnya juga diharapkan dapat menjangkau lebih banyak investor tanpa batasan jarak dan administrasi secara fisik,” jelas Aria, Kamis (9/7/2020).
Dari sisi calon emiten, Aria berpendapat e-IPO bakal menjadi salah satu pertimbangan perusahaan untuk mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia.
Kendati demikian, tentu tidak hanya sistem e-IPO yang menjadi pertimbangan untuk melakukan IPO melainkan juga faktor lain yang dianggap perlu oleh calon perusahaan tercatat.
Baca Juga
Dengan adanya e-IPO, lanjut Aria, telah menjadi bukti keselarasan BEI dan regulator pasar modal dalam memanfaatkan kemajuan teknologi dan digital untuk menambah efisiensi dan transparansi pasar modal Indonesia.
Direktur Perdagangan dan Pengaturan Anggota Bursa BEI Laksono Widodo menyampaikan aturan pelaksanaan e-IPO telah ditetapkan oleh OJK pada awal bulan ini dan akan diimplementasikan pada awal tahun depan.
Nantinya, seluruh perusahaan sekuritas Anggota Bursa (AB) diwajibkan untuk memberlakukan e-IPO dalam proses penjaminan emisi efek.
“Ditetapkan 1 Juli 2020, diberlakukan 6 bulan kemudian. Berarti mulai wajib tanggal 1 Januari 2021,” kata Laksono.
Adapun aturan pelaksanaan e-IPO tertuang dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Nomor 41/POJK.04/2020 tentang Pelaksanaan Kegiatan Penawaran Umum Efek Bersifat Ekuitas, Efek Bersifat Utang, dan/atau Sukuk Secara Elektronik tertanggal 2 Juli 2020.
Dalam aturan tersebut, ketentuan e-IPO mulai berlaku bagi emiten yang menyampaikan pernyataan pendaftaran kepada OJK setelah 6 bulan terhitung sejak POJK diberlakukan.
OJK mencatat aturan e-IPO dikeluarkan untuk meningkatkan ketersebaran investor, meningkatkan jumlah investor publik, dan untuk meningkatkan akuntabiitabilitas serta transparansi dalam penentuan harga penawaran umum.
“Perlu untuk menerapkan teknologi dalam proses book building dan penawaran efek dalam penawaran umum,” tulis OJK.
Lebih lanjut, dalam penawaran umum dengan menggunakan sistem penawaran umum elektronik nanti calon emiten dapat memproses pencatatan saham di bursa, mulai dari mengunggah dokumen hingga melakukan penawaran dan menerima pesanan (bookbuilding).
Calon emiten pun wajib mengalokasikan sejumlah tertentu dari efek yang ditawarkan untuk penjatahan terpusat ritel.
Selanjutnya apabila terjadi kekurangan pemesanan pada penjatahan pasti atau fix allotment yang biasanya diisi oleh investor institusi, sisa efek yang dialokasikan pada penjatahan pasti harus dialokasikan ke penjatahan terpusat.
Adapun, masa penawaran efek dilakukan paling singkat selama 3 hari kerja dan paling lama 5 hari kerja.
Penyelesaian pemesanan efek wajib dilaksanakan setelah diterbitkannya hasil penjatahan efek dan paling lambat sebelum pencatatan di BEI.