Bisnis.com, JAKARTA — Investor yang lebih selektif membuat minat akan reksa dana berbasis obligasi korporasi menurun. Hal ini menyebabkan penyerapan produk reksa dana khususnya reksa dana terproteksi tidak maksimal.
Direktur Utama Danareksa Investment Management Marsangap P Tamba mengatidakan dari sisi suplai, pilihan aset obligasi masih cukup tersedia meski tidak sebanyak tahun-tahun sebelumnya. Dia menilai saat ini masih banyak korporasi yang membutuhkan pembiayaan sehingga menerbitkan surat utang.
“Di masa sekarang yang refinancing pasti banyak. Jadi menerbitkan obligasi mungkin tidak untuk alasan ekspansi, tapi karena butuh pendanaan,” ujarnya ketika dihubungi Bisnis, Rabu (10/6/2020).
Alih-alih naik, Marsangap menilai penyerapan dari sisi investor malah menurun drastis. Menurutnya, kebanyakan penjualan reksa dana terproteksi (RDT) dilakukan via bank dan saat ini nasabah bank tengah sangat selektif memilih aset dasar produk.
Penurunan minat ini, kata Marsangap, membuat manajer investasi harus mengatur ulang pembelian obligasinya. Bahkan, beberapa obligasi yang kadung dibeli mau tidak mau dilepas kembali ke pasar karena tidak terserap.
“Kalau dari DIM sendiri sempat ada RDT yang akhirnya tetap kita luncurkan tapi kita bikin dalam dua fase karena demand-nya turun sekali,” katanya.
Baca Juga
Hal ini juga diperparah dengan musim pemberian rating yang bertepatan dengan masa pandemi, yang mana sejumlah emiten dan obligasinya mendapat penurunan rating dan/atau outlook.
Marsangap menyebut saat ini para nasabah RDT khususnya dari segmen ritel mulai menyadari bahwa instrumen satu ini tidak semata-mata dipertimbangkan dari indikasi imbal hasilnya saja melainkan dari risiko aset dasarnya.
“Investor ritel mulai menarik diri. Bahkan sekarang obligasi yang single A atau single A- itu dianggap masih berpotensi turun jadi BBB. Begitu sepertinya,” tuturnya.