Bisnis.com, JAKARTA — Manajer investasi mengaku kesulitan mencari aset dasar berbasis surat utang, khususnya obligasi korporasi. Reksa dana terproteksi yang jatuh tempo dalam waktu dekat pun terancam tak punya underlying asset pengganti.
Direktur Panin Asset Management Rudiyanto mengatakan beberapa bulan ini—khususnya setelah ada pandemi—pihaknya kesulitan untuk menerbitkan produk baru reksa dana terproteksi akibat minimnya aset yang tersedia.
“Kemarin ada beberapa yang mau terbit, semua cancel karena undersubscribed. Jadi kalau ada [reksa dana terproteksi] yang jatuh tempo kita nggak bisa cari penggantinya,” tutur Rudiyanto kepada Bisnis baru-baru ini.
Menurutnya, selama pandemi ini para pelaku pasar khususnya investor cenderung masih wait and see, sehingga penyerapan obligasi korporasi tidak maksimal dan berbuntut pada penundaan atau bahkan pembatalan penerbitan obligasi.
“Kita tidak bisa menyalahkan, memang situasi lagi susah. Semua tidak beroperasi secara full dan secara minat minat orang masih wait and see semua,” ujar Rudiyanto.
Sementara itu, untuk aset berbasis obligasi negara, Rudiyanto menyebut aset tersebut kurang cocok sebagai aset dasar reksa dana terproteksi karena imbal hasilnya lebih kecil dibandingkan obligasi pendapatan tetap.
Baca Juga
“Kalau [produk berbasis] obligasi korporasi imbal hasilnya bisa 7-8 persen, sedangkan kalau obligasi pemerintah paling 5-6 persen. Jadi sama deposito dan reksa dana pasar uang tidak jauh berbeda,”
Dia mengharapkan situasi dapat mulai berbalik seiring dengan dibukanya kembali perekonomian sehingga dapat meningkatkan penyerapan produk, sehingga emiten obligasi juga kembali percaya diri untuk melepas surat utang ke pasar.
“Juni ini mungkin masih sulit, tapi Juli—Agustus semoga mulai membaik, apalagi PSBB sudah dilonggarkan,” tukasnya.