Bisnis.com, JAKARTA – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) gagal mempertahankan posisinya di atas level 5.000 di tengah tekanan aksi ambil untung.
Tak hanya IHSG, pelemahan kembali dialami nilai tukar rupiah terhadap dolar AS kendati indeks dolar AS terkoreksi menjelang rilis keputusan kebijakan moneter Federal Reserve AS.
Berikut adalah ringkasan perdagangan di pasar saham, mata uang, dan komoditas yang dirangkum Bisnis.com, Rabu (10/6/2020):
IHSG Mendarat di Level 4.920, Seluruh Sektor Tertekan
Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup anjlok 2,27 persen atau 114,37 poin ke level 4.920,68. Sepanjang perdagangan hari ini, IHSG bergerak fluktuatif dalam kisaran 4.892,82 – 5.036,86.
Seluruh 10 sektor pada IHSG ditutup di wilayah negatif, dipimpin pertanian (-3,51 persen). Pelemahan sektor pertanian berturut-turut diiikuti properti (-3,32 persen), industri dasar (-2,92 persen), dan finansial (-2,8 persen).
Baca Juga
Tercatat 112 saham menguat, 343 saham melemah, dan 126 saham berakhir stagnan. Saham PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI) dan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI) yang masing-masing turun 5,6 persen dan 6,9 persen menjadi penekan utamanya.
Aksi Ambil Untung Saham Perbankan Hempaskan IHSG dari 5.000
Sektor saham keuangan menjadi penekan utama IHSG dengan terkoreksi 2,80 persen. PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI) menjadi penekan utama indeks dengan koreksi 5,61 persen ke level Rp3.030.
Vice President Research Artha Sekuritas Frederik Rasali mengatakan koreksi terjadi setelah IHSG, khususnya saham perbankan, mengalami penguatan selama sepekan. Tekanan jual menurutnya lebih banyak dari investor asing.
“Hingga sesi pertama [net sell] mencapai lebih dari Rp500 miliar. Sepertinya, memang profit taking dan antisipasi outlook dari The Fed pada malam nanti,” ujarnya kepada Bisnis.
Lonjakan Kasus Covid-19 Tekan Rupiah ke Zona Merah
Kinerja kali ini telah membuat rupiah bertahan di zona merah selama 3 hari perdagangan berturut-turut, setelah mengalami reli yang cukup kuat pada pekan lalu.
Sepanjang tahun berjalan 2020, rupiah tampak masih terdepresiasi 0,81 persen. Kendati demikian, kinerja secara year to date tersebut masih menjadikan rupiah sebagai salah satu mata uang dengan kinerja terbaik di Asia, tepat di bawah dolar Hong Kong yang menguat 0,53 persen dan dolar Taiwan yang menguat 1,1 persen.
Kepala Riset dan Edukasi Monex Investindo Futures Ariston Tjendra mengatakan bahwa pelemahan rupiah seiring dengan pasar yang merespon keluhan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartanto terkait nilai tukar yang terlalu kuat dalam beberapa perdagangan terakhir.
Harga Sawit Diprediksi Bakal Bangkit, Ini Penyebabnya
Analis Capital Futures Wahyu Laksono mengatakan akan sulit bagi CPO untuk menyamai kuartal I/2020 yang bisa melampaui level 3.000 ringgit per ton. Menurutnya paling maksimal, harga CPO parkir di level 2.600 ringgit per ton. Akan tetapi bila optimisme pasar terus menguat, lanjutnya, 2.400 ringgit per ton bakal menjadi level konsolidasian tahun ini.
“Range tahun ini masih belum jauh di sekitar 2.000 ringgit sampai dengan 2.600 ringgit bahkan ada kemungkinan di bawah 2.000 ringgit,” katanya kepada Bisnis.
Wahyu menilai strategi paling rasional saat ini untuk trading adalah buy on weakness di level MYR2.200 per ton dan sell on strength di 2.400 ringgit per ton. Menurutnya sekalipun roda ekonomi bakal kembali bergulir di sisa semester II/2020, tetapi belum ada dorongan yang akan mengerek harga seperti kuartal I/2020.
Harga emas Comex untuk kontrak Agustus 2020 terpantau naik 7,70 poin atau 0,45 persen ke level US$1.729,60 per troy ounce pukul 19.52 WIB.
Di dalam negeri, harga emas batangan Antam berdasarkan daftar harga emas untuk Butik LM Pulogadung Jakarta naik Rp6.000 menjadi Rp881.000 per gram.
Adapun harga pembelian kembali atau buyback emas bertambah Rp8.000 menjadi Rp769.000 per gram dari harga sebelumnya.