Bisnis.com, JAKARTA — Aksi profit taking investor di sejumlah emiten perbankan berkapitalisasi jumbo atau big caps menjadi faktor utama penekan utama pergerakan indeks harga saham gabungan sesi, Rabu (10/6/2020).
Berdasarkan data Bloomberg, indeks harga saham gabungan (IHSG) harus puas parkir di zona merah dengan koreksi 2,27 persen ke level 4.920,682 pada akhir, Rabu (10/6/2020). Investor asing mencetak net sell atau jual bersih senilai Rp516,71 miliar sepanjang sesi perdagangan.
Sektor saham keuangan menjadi penekan utama IHSG dengan terkoreksi 2,80 persen. PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI) menjadi penekan utama indeks dengan koreksi 5,61 persen ke level Rp3.030.
Investor asing tercatat net sell Rp66,69 miliar di saham BBRI pada, Rabu (10/6/2020). Secara year to date (ytd), nilai jual bersih investor asing mencapai Rp2,77 triliun.
PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI) berada di urutan kedua setelah BBRI dengan koreksi 6,92 persen ke level Rp4.910. PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI) juga menjadi penekan dengan koreksi 7,00 persen ke level Rp4.520.
Sektor saham lainnya yang menjadi penekan IHSG adalah konsumer. PT HM Sampoerna Tbk. (HMSP) dengan kapitalisasi pasar senilai Rp203,56 triliun terkoreksi 3,05 persen.
Baca Juga
Vice President Research Artha Sekuritas Frederik Rasali mengatakan koreksi terjadi setelah IHSG, khususnya saham perbankan, mengalami penguatan selama sepekan. Tekanan jual menurutnya lebih banyak dari investor asing.
“Hingga sesi pertama [net sell] mencapai lebih dari Rp500 miliar. Sepertinya, memang profit taking dan antisipasi outlook dari The Fed pada malam nanti,” ujarnya kepada Bisnis, Rabu (10/6/2020).
The Fed diprediksi akan mempertahankan suku bunga acuannya di kisaran level 0 persen dalam pertemuan yang berakhir Rabu (10/6) waktu setempat. Investor masih menanti apakah Bank Sentral Amerika Serikat itu berkomitmen untuk terus mendukung perekonomian saat pulih dari pandemi Covid-19.
Frederik menilai volatilitas masih tinggi. IHSG cenderung masih melemah sebelum secara global ekonomi terbukti bisa pulih.
Ringkasan perdagangan saham oleh investor asing | ||
---|---|---|
Tanggal | Total | Keterangan |
10 Juni | Rp515,52 miliar | Net sell |
9 Juni | Rp275,01 miliar | Net buy |
8 Juni | Rp43,9 miliar | Net sell |
5 Juni | Rp51 miliar | Net sell |
4 Juni | Rp980,67 miliar | Net buy |
3 Juni | Rp1,51 triliun | Net buy |
2 Juni | Rp872,23 miliar | Net buy |
Sementara itu, Analis PT Kresna Securities Etta Rusdiana Putra menilai IHSG tertekan aksi ambil untung. Hal itu terutama oleh pelaku pasar dengan kepentingan jangka pendek.
“Tidak ada katalis baru selain menunggu realisasi angka penurunan earnings per share [EPS] untuk semester I/2020,” jelasnya.
Etta menyebut diskon IHSG sudah tidak semenarik periode Maret 2020 atau April 2020. Akan tetapi, IHSG menurutnya masih menarik apabila investor mau memperpanjang horizon investasi menggunakan EPS 2021 atau 2022.
Di sisi lain, dia mengatakan emiten perbankan masih menghadapi tantangan operasional yang cukup berat dalam beberapa kuartal ke depan. Kondisi itu terutama ketika proses restrukturisasi pinjaman.
Analis PT Binaartha Sekuritas Nafan Aji Gusta Utama menyatakan bahwa melanjutkan pelemahan IHSG pada hari ini berkaitan dengan minimnya data ekonomi makro domestik yang mampu memberikan dampak positif terhadap pasar.
“Hal ini menyebabkan terjadinya aksi profit taking di pasar saham. Di sisi lain, market akan menantikan data US CPI yang diprediksikan membaik seiring dengan kebijakan pembatasan lockdown di AS, serta kebijakan The Fed,” katanya kepada Bisnis, Rabu (10/6/2020).
KASUS CORONA
Di samping itu, Nafan menilai sentimen negatif dari data penyebaran Covid-19 juga turut memengaruhi pergerakan IHSG pada hari ini. Menurutnya, tidak dapat dipungkiri bahwa Indonesia tertinggal dibandingkan negara lain di kawasan Asia Tenggara dalam penanganan pandemi tersebut.
Per hari ini, jumlah kasus positif Covid-19 Indonesia mencapai 34.316 orang. Tingkat kasus positif kembali mencapai rekor pertambahan harian, setelah terdeteksi adanya 1.241 kasus positif baru.
“Data penambagan Covid-19 di tanah air saya akui masih termasuk tinggi, dibandingkan Singapura dan Malaysia misalnya, Indonesia masih sangat rentan dengan pandemi Covid-19,” ujarnya.
Selain itu dia mengatakan, sentimen dampak penyebaran wabah itu juga kian memberi dampak negatif terhadap sejumlah sektor, termasuk sektor perbankan. Dampak pandemi yang membebani para debitur sehingga meningkatkan potensi gagal bayar kredit.
“Potensi risiko gagal bayar kredit di sektor perbankan, meskipun terdapat restrukturisasi, juga tetap ada. Sehingga diperlukan mitigasi risiko dari seluruh stakeholder,” katanya.
Namun, dia menilai sentimen-sentimen tersebut tidak terlalu memberi dampak signifikan terhadap IHSG pada hari ini. Menurutnya, sentimen yang lebih besar adalah sikap pasar yang menunggu perkembangan ekonomi di AS serta minimnya sentimen data ekonomi makro domestik.