Bisnis.com, JAKARTA - Sinyal pemulihan perekonomian dunia yang mulai terlihat dari rencana pembukaan karantina maupun pembatasan sosial di sejumlah negara mulai menekan harga emas. Minat terhadap aset aman, yang biasanya muncul saat ketidakpastian meningkat, mulai kendur.
Dalam sepekan terakhir, harga emas dunia pelan tapi pasti meredup. Harga emas bahkan sudah meninggalkan level US$1.700 per troy ounce. Dalam tiga pekan, harga emas sudah jatuh dari posisi tertinggi dalam satu bulan, yaitu US$1.756 per troy ounce pada 15 Mei 2020.
Di dalam negeri, harga emas batangan Antam yang kerap menjadi patokan investor ritel juga lungsur. Pada 29 Mei 2020, harga emas 24 karat Antam untuk ukuran 1 gram seharga Rp913.000. Adapun hari ini, Sabtu (6/6/20200, harga emas sudah turun 2,73 persen menjadi Rp888.000.
Kepala Riset dan Edukasi Monex Investindo Futures Ariston Tjendra mengatakan, penurunan harga emas berkaitan dengan sentimen positif di pasar keuangan. Pembukaan kembali kegiatan ekonomi di sejumlah negara membuat banyak pelaku pasar mencoba kembali masuk ke pasar-pasar berisiko.
“Hal ini membuat aset-aset aman seperti emas sedikit ditinggalkan,” jelasnya saat dihubungi Bisnis,Jumat (5/6/2020).
Meski demikian, ia mengatakan harga emas juga tertolong dengan banyaknya stimulus-stimulus yang diberikan oleh bank sentral dan pemerintah sejumlah negara. Hal ini dinilai menjadi salah satu alasan mengapa harga emas tidak turun dibawah level US$1.700 per troy ounce.
“Rilis data ketenagakerjaan AS pada hari ini juga akan mempengaruhi pergerakan emas. Apabila lebih buruk dari ekspektasi, harga emas diperkirakan masih dapat naik,” imbuhnya.
Sementara itu, ia memperkirakan pergerakan harga emas pada pekan depan kemungkinan masih akan terus mencoba bertahan di level US$1.700 per troy ounce. Ia mengatakan, rapat yang akan dilakukan Bank Sentral AS, The Federal Reserve, pada Kamis depan berpotensi jadi katalis positif untuk harga emas.