Bisnis.com, JAKARTA – PT Garuda Indonesia (Perseroan) menyatakan berbagai rencana penyelesaian utang yang tengah dijajaki dengan berbagai pihak belum mencapai mufakat. Beberapa opsi yang mengemuka antara lain dari perpanjangan tenor surat utang hingga pemberian talangan oleh pemerintah.
Pemerintah berencana menggelontorkan pinjaman modal kerja sebesar Rp8,5 triliun, atau setara sekitar US$574,36 juta (Kurs Rp14.799/dolar AS). Pinjaman diberikan dengan skema dana talangan modal kerja investasi non-permanen pemerintah pada special mission vehicle (SMV) Kementerian Keuangan.
Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra menyatakan bahwa rencana pinjaman yang diatur dalam Peraturan Pemerintah No.23/2020 itu masih belum final. Menurutnya, masih ada sejumlah pembahasan yang dilakukan oleh perseroan dengan pihak terkait.
“Masih dalam rencana, belum dibahas detailnya. Tapi tentu saja, bila terjadi [pinjaman tersebut] akan digunakan buat menangani sisi likuiditas Garuda Indonesia,” katanya kepada Bisnis, Rabu (13/5/2020).
Irfan juga mengatakan bahwa perseroan bersama pihak PJT Partners sebagai penasihat tengah berbicara dengan berbagai pihak terkait Sukuk Global senilai US$500 juta yang akan jatuh tempo pada 3 Juni 2020. Pekan depan, perseroan akan menyampaikan tawaran kepada pemegang sukuk untuk merelaksasi surat utang itu.
“Mereka [PJT Partners] sedang berbicara dengan banyak pihak [pemegang sukuk], kami juga diskusi dengan pemegang saham. Prosesnya masih dinamis, finalnya tunggu tanggal mainnya,” ujarnya.
Emiten berkode saham GIAA ini memang tengah dirundung masalah likuiditas terkait utang jangka pendek dan merosotnya pendapatan di tengah pandemi Covid-19. Sampai dengan kuartal I/2020, perseroan mengestimasi pendapatan telah turun sekitar 33 persen.
Pinjaman kepada Garuda Indonesia sebelumnya juga telah disinggung oleh Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo. Bekas Direktur Utama PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. itu menyampaikan pemerintah tengah menggodok rencana penyelamatan sang maskapai dengan total nilai mencapai US$1 miliar.
Tiko, sapaan akrabnya, rencana penyelamatan ini akan melibatkan upaya perpanjangan masa jatuh tempo dan pembayaran secara bertahap sukuk global. Perseroan sebelumnya diketahui telah menyurati para pemegang sukuk untuk membahas hal ini.
Perseroan kemudian akan menyampaikan proposal perpanjangan tenor pada 18 Mei 2020. Skema perpanjangan terdiri dari opsi perpanjangan jatuh tempo hingga 3 tahun ke depan ataupun pembayaran pokok utang secara bertahap.
Sebelumnya, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk., PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk., dan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. menyatakan memang tengah melakukan pembicaraan terkait upaya untuk membantu Garuda Indonesia.
Wakil Direktur Utama BNI Anggoro Eko Cahyo menyampaikan pihaknya tengah menjajaki perubahan fasilitas pinjaman dari nontunai menjadi tunai. Adapun, BRI belum lama ini telah menyepakati perjanjian fasilitas pinjaman dengan nilai sekitar Rp,74 triliun. Namun, perjanjian ini hanya bersifat pembaharuan atau perpanjangan, bukan pemberian fasilitas pinjaman baru.
Sementara itu, Sekretaris Perusahaan Bank Mandiri Rully Setiawan menyatakan bahwa upaya perbankan membantu Garuda Indonesia sudah berada di ranah Kementerian BUMN. Namun, dia menegaskan hingga kini tidak ada arahan dari pemerintah kepada perseroan untuk memberikan pinjaman baru kepada Garuda Indonesia.
Senada, Direktur Hubungan Kelembagaan dan BUMN BRI Agus Noorsanto menyatakan bahwa sejauh ini tidak ada permintaan terkait pinjaman US$500 juta dari Garuda Indonesia kepada Bank BUMN.