Bisnis.com, JAKARTA - Setelah mencatatkan kinerja buruk, harga minyak berhasil mengalami kenaikan mingguan dua kali berturut-turut seiring dengan sentimen pemangkasan produksi dan sinyal pemulihan permintaan.
Berdasarkan data Bloomberg, harga minyak jenis WTI untuk kontrak Juni 2020 di bursa Nymex parkir di level US$24,74 per barel, menguat 5,05 persen. Sementara itu, harga minyak jenis Brent untuk kontak Juni 2020 di bursa ICE naik 5,13 persen ke level US$30,97 per barel.
Sepanjang pekan ini, harga minyak berhasil terapresiasi 25,08 persen, melanjutkan kenaikan pekan lalu yang menguat 16,77 persen. Penguatan dua pekan berturut-turut itu menjadi yang pertama kali sejak Februari.
Kepala Penelitian Komoditas Goldman Sachs Group Jeffrey Currie mengatakan bahwa meskipun masih terdapat pasokan dalam jumlah besar yang harus segera diserap, data-data minyak pekan ini telah memberikan sinyal positif terhadap pasar minyak.
“Permintaan minyak secara global berada di jalur pemulihan dan dapat melebihi jumlah pasokan yang masuk pada awal Juni,” ujar Jeffrey seperti dikutip dari Bloomberg, Sabtu (9/5/2020).
Berdasarkan data Genscape, stok minyak di pusat penyimpanan minyak Cushing, Oklahoma telah turun 350.000 barel pekan lalu, menjadi penurunan pertama kali sejak Februari.
Selain itu, Data Administrasi Informasi Energi menunjukkan konsumsi bahan bakar AS naik ke level paling tinggi dalam hampir dua tahun pada pekan lalu dan produksi minyak mentah nasional menurun ke level terendah sejak Juli 2019.
Pasar pun juga didukung dengan berlakunya kebijakan pemangkasan produksi oleh OPEC+ hingga sekitar 10 juta barel per hari yang dimulai pada bulan ini.
Kepala Strategi Pasar CMC Markets Asia Pasifik Michael McCarthy mengatakan bahwa kombinasi dari pemangkasan produksi oleh produsen top minyak di dunia dan optimisme permintaan yang akan pulih seiring dengan pelonggaran kebijakan lockdown di beberapa negara telah mendukung harga saat ini.
“Namun, beberapa data ekonomi makro menunjukkan bahwa sentimen pada peningkatan permintaan dapat salah tempat dan masih ada risiko bahwa peningkatan inventaris dapat menghancurkan optimisme,” ujar McCharty.
Sementara itu, Analis Monex Investindo Futures Faisyal mengatakan bahwa harga minyak berpeluang melanjutkan relinya dalam jangka pendek di tengah tersebarnya banyak katalis positif di pasar minyak.
“Namun, yang harus di waspadai adalah potensi profit taking karena masih adanya kekhawatiran akan over supply minyak global,” ujar Faisyal dalam publikasi risetnya, dikutip Sabtu (9/5/2020).
Dia mengatakan bahwa level resisten terdekat berada di US$24,6 per barel, menembus ke atas dari level tersebut berpotensi memicu kenaikan lanjutan ke US$25,5 per barel sebelum menargetkan resisten kuat di US$26,75 per barel.
Jika berbalik melemah, level support terdekat berada di US$23 per barel, dan menembus ke bawah dari level itu berpotensi memicu penurunan lanjutan ke US$22 per barel sebelum membidik support kuat di US$20,85 per barel.