Bisnis.com, JAKARTA - PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. memberikan pinjaman dalam jumlah besar kepada PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. Total fasilitas pinjaman yang didapat Garuda Indonesia mencapai Rp5,74 triliun
Berdasarkan keterbukaan informasi yang dilansir Garuda Indonesia, Selasa malam (5/5/2020, perjanjian pinjaman tersebut ditekan pada 30 April 2020 lalu. Ada tiga jenis fasilitas yang diberikan BRI kepada Garuda Indonesia.
Pertama, BRI memberikan fasilitas pinjaman jangka pendek sebanyak-banyaknya US$50 juta dolar AS atau setara Rp754 miliar (Kurs Rp15.088).
Pinjaman jangka pendek ini akan jatuh tempo pada 21 Desember 2020. Atas pinjaman tersebut, Garuda Indonesia dikenakan bunga London Interbank Offered Rate (LIBOR) 1 bulan ditambah 2,85 persen (per tahun).
Kedua, Garuda Indonesia mendapat fasilitas penangguhan jaminan impor, fasilitas modal kerja impor, dan fasilitas jangka pendek kedua dengan jangka waktu 30 April 2020 hingga 21 Desember 2020.
Fasilitas ini memiliki limit sebanyak Rp2 triliun, termasuk Rp1 triliun yang bisa digunakan oleh PT Citilink Indonesia, anak usaha Garuda. Fasilitas yang termasuk dalam ketentuan modal kerja impor ini memiliki tingkat suku bunga 9 persen hingga 10,75 persen, tergantung jenis fasilitas.
Baca Juga
Ketiga, emiten bersandi saham GIAA itu juga mendapat fasilitas bank garansi atau stand by letter of credit sebesar US$200 juta dolar AS atau setara Rp3,01 triliun. Untuk diketahui, fasilitas ini diberikan dalam denominasi rupiah yang nilainya setara US$200 juta dolar AS.
Pinjaman Garuda Indonesia dari BRI boleh dibilang bukan fasilitas baru. Laporan keuangan GIAA per akhir 2019 menunjukkan, saldo fasilitas pinjaman jangka pendek (FJP) selama dua tahun (2018-2019) sebesar US$50 juta tidak berubah.
Dalam laporan tersebut, FJP akan jatuh tempo pada 27 September 20220. Dengan perjanjian kredit yang diteken 30 April 2020, tenggat jatuh tempo diubah menjadi 21 Desember 2020.
Direktur Keuangan Garuda Indonesia Fuad Rizal mengatakan pinjaman dari BRI digunakan untuk modal kerja perseroan dan anak usaha untuk menjaga kelancaran penyediaan jasa dan operasional penerbangan di tengah pandemi virus corona (Covid-19).
"Pandemi telah berpengaruh terhadap penutupan rute penerbangan dan penurunan permintaan pasar penerbangan seiring dengan anjuran kewaspadaan dari berbagai negara untuk membatasi bepergian," tulisnya dalam keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia.
Sebelumnya, Garuda Indonesia sudah melakukan penjajakan dengan sejumlah perbankan untuk mendapat dana segar guna melunasi pinjaman jangka pendek yang akan jatuh tempo pada tahun ini.
Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra menegaskan pihaknya masih mengkaji sejumlah opsi untuk pembayaran utang jangka pendek, baik pinjaman bank maupun utang obligasi. Menurutnya, sejauh ini semua opsi masih terbuka.
Semua opsi masih kami buka peluang diskusinya, [opsinya] kan biasa, bisa pelunasan maupun perpanjangan. Sama saja [untuk pinjaman bank dan obligasi],” ujarnya kepada Bisnis.
Untuk diketahui, GIAA memiliki liabilitas jangka pendek yang cukup besar per akhir 2019, totalnya mencapai US$3,25 miliar. Kewajiban jangka pendek itu mendominasi total liabilitas perseroan yang mencapai US$3,73 miliar.
Dari jumlah tersebut, sebanyak US$984,85 juta di antaranya merupakan pinjaman bank. Pinjaman ini terdiri dari pinjaman bank terafiliasi sebanyak US$540,09 juta dan US$444,75 juta kepada bank pihak ketiga.