Bisnis.com, JAKARTA – Laporan kinerja keuangan emiten rokok PT Gudang Garam Tbk. (GGRM) yang cemerlang pada kuartal I/2020 membuat analis mengestimasikan prospek bisnisnya pada tahun 2020 ini lebih baik dibandingkan dengan pesaingnya PT HM Sampoerna Tbk. (HMSP).
Dikutip dari laporan keuangan konsolidasian tidak diaudit per 31 Maret 2020 yang di laman keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia (BEI), Rabu (29/4/2020), perseroan berhasil mencatatkan pertumbuhan laba bersih 3,88 persen secara year on year (yoy), menjadi Rp2,45 triliun dibanding periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp2,35 triliun.
Pertumbuhan laba ini disumbang oleh kenaikan pendapatan perseroan sebesar 4,06 persen, dari semula pada posisi Rp26,20 triliun menjadi Rp27,26 triliun pada kuartal I/2020.
Analis Ciptadana Sekuritas, Muhammad Fariz menyatakan, berkaca dari kinerja keuangan pada tiga bulan pertama tahun 2020, Gudang Garam memiliki kinerja yang relatif lebih baik daripada HM Sampoerna (HMSP) sehingga pihaknya merekomendasi beli atau buy saham GGRM dengan target harga Rp54.800.
Mengikuti perkembangan terbaru Covid-19, sekuritas mempertahankan perkiraan tersebut dengan pertimbangan kinerja kuartal II/2020 akan melemah karena penyesuaian harga jual eceran (HJE) dan menurunnya pendapatan masyarakat Indonesia akibat pandemi Covid-19.
“Kami mempertahankan rekomendasi buy atau beli dengan target harga yang tidak berubah sebesar Rp54.800 (meningkat 33,9 persen) menggunakan beberapa target 12,1 kali PER (price-to-earning ratio),” tulisnya dalam riset, Rabu (29/4/2020).
Baca Juga
Menurut Fariz, volume penjualan GGRM diperkirakan hanya menurun sekitar 5 persen secara yoy sedangkan HMSP mencapai 7 persen secara yoy pada kuartal pertama tahun ini. Namun, menjelang kuartal kedua, prospek kedua emiten ini akan suram disebabkan oleh implementasi pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dan guncangan permintaan terhadap sektor rokok.
“Dampaknya lebih terasa pada kuartal kedua tahun 2020. Pabrik, kantor, toko, mal, dan lokasi bisnis lainnya ditutup di Jakarta, episentrum wabah Covid-19, sejak 16 Maret. Lebih lanjut, pemberlakuan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) mulai berlaku pada 10 April,” terangnya.
Hal tersebut, lanjutnya, akan memengaruhi daya beli orang-orang yang berpenghasilan rendah dan pekerja informal mengingat masyarakat golongan ini mendapatkan penghasilan yang minim atau tidak sama sekali selama PSBB. Sekuritas meyakini bahwa volume penjualan pada kuartal kedua akan jauh lebih rendah karena banyak orang yang mengalokasikan pengeluaran mereka untuk hal-hal yang penting dan mengurangi pengeluaran yang tidak perlu.
Senada dengan Fariz, analis Mirae Asset Sekuritas Christine Natasya juga menilai saham GGRM lebih menarik dibandingkan dengan HMSP. Sehingga, dia merekomendasikan trading buy untuk saham GGRM dengan target harga Rp53.000.
“Dengan asumsi bahwa GGRM akan membagikan payout ratio yang sama dengan 2019 yakni 64 persen, imbal hasil dividen perusahaan terlihat menarik sekitar 8 persen untuk tahun 2020. Kami memperkirakan tanggal cum dividen GGRM sekitar akhir Juni,” tulis Christine dalam risetnya, Kamis (30/4/2020).
Sekuritas memperkirakan volume penjualan keseluruhan GGRM datar untuk kuartal I/2020 yang akhirnya membuat perseroan menaikkan harga jual rata-rata atau average selling price sekitar 1 hingga 2 persen lebih tinggi secara year to date untuk brand andalan perseroan, dan 8 persen kenaikan secara year to date untuk brand kelas menengah ke bawah seperti Surya Pro Mild, GG Signature Mild 16, dan GG Surya Pro 16.
Christine juga menilai peletakan batu pertama atau groundbreaking pembangunan bandara Dhoho di Kediri pada April lalu yang dicanangkan oleh perseroan sebagai pertanda komitmen Gudang Garam terhadap lini konstruksinya.
Pada kuartal I/2020, perseroan membukukan penambahan aset sebesar Rp1,4 triliun yang termasuk didalamnya adalah tanah Rp369 miliar dan aset konstruksi sebesar Rp1 triliun.
“Kami estimasikan rasio capex dengan penjualan GGRM tetap berada pada posisi 4 persen untuk tahun 2020, dimana pembangunan bandara tidak akan berdampak pada arus kas perusahaan dan pembagian dividen yang masih bisa terkendali,” pungkas Christine.