Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Akibat Virus Corona, Risiko Gagal Bayar Obligor di Asia Pasific Meningkat

Di antara negara Asia Pasifik, perusahaan-perusahaan di Cina, India dan Indonesia dengan tingkat utang tinggi atau akses likuiditas yang lemah disebut lebih rentan terhadap risiko gagal bayar
Moody's Investor Service
Moody's Investor Service

Bisnis.com, JAKARTA — Lembaga pemeringkat Moody’s Investment Service memperkirakan tingkat risiko gagal bayar (default risk) perusahaan-perusahaan nonfinansial di Asia Pasifik akan meningkat pada 2020, seiring dengan dampak pandemi virus corona (Covid-19) yang membebani kualitas kredit.

Dalam publikasi Moody’s yang dikutip Bisnis, Kamis (30/4/2020), disebutkan bahwa berdasarkan Moody’s Credit Transition Model, tingkat gagal bayar perusahaan nonfinansial dengan yang memberikan imbal hasil tinggi (high yield) 12 bulan di Asia Pasifik berpotensi naik menjadi 6,4 persen per akhir 2020. 

Angka berdasarkan skenario baseline tersebut meningkat dari estimasi sebelumnya yakni 2,4 persen, begitu pula jika dibandingkan dengan tingkat default pada tahun sebelumnya yakni 1,1 persen.

Moody's Group Credit Officer and Senior Vice President Clara Lau mengatakan pandemi virus corona  (Covid-19) telah memicu kontraksi pada supply and demand secara simultan, yang akan kemudian menekan pendapatan perusahaan.

Menurutnya, meskipun kegiatan ekonomi mulai kembali berjalan pada kuartal kedua ini, proses pemulihan tetap tidak akan mudah dan kondisi ekonomi masih akan sangat menantang.

“Sehingga kami khawatir masih tetap meningkatkan risiko gagal bayar,” ujar Lau dalam laporan tersebut.

Lebih lanjut, Moody’s memperkirakan bank sentral di negara-negara besar akan melanjutkan langkah-langkah kebijakan fiskal dan moneter terkoordinasi mereka sampai tahun 2020.

Namun, mereka menilai langkah-langkah tersebut hanya akan mengurangi tekanan pembiayaan kembali di antara perusahaan untuk sementara dan tidak mencegah penurunan kualitas kredit.

Di antara negara Asia Pasifik, perusahaan-perusahaan di Cina, India dan Indonesia dengan tingkat utang tinggi atau akses likuiditas yang lemah disebut lebih rentan terhadap risiko gagal bayar di tengah lingkungan ekonomi yang menantang seperti saat ini. 

Moody's memperkirakan distressed exchanges atau kondisi dimana penerbit surat utang menawarkan paket sekuritisasi baru pada pembeli obligasi akan meningkat seiring dengan melambungnya risiko gagal bayar perusahaan. 

Pun, perusahaan yang likuiditasnya rendah atau tengah di bawah tekanan finansial akan berusaha melakukan restrukturisasi kewajiban mereka untuk mengurangi tekanan dan menghindari gagal bayar.

Sepanjang Q1/2020, Moody’s telah mencatat tiga kejadian gagal bayar dan ketiganya menawarkan distress exchanges. Sebagai hasilnya, tingkat risiko gagal bayar untuk perusahaan nonfinansial dengan yield tinggi 12 bulan naik ke level 2,3 persen di akhir Maret 2020.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Rivki Maulana
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper