Bisnis.com, JAKARTA - Langkah Bank Indonesia untuk membeli surat berharga negara di pasar perdana dinilai ampuh menjaga likuiditas serta pergerakan imbal hasil atau yield obligasi Indonesia.
Bank Indonesia kembali berpartisipasi dalam lelang surat berharga negara (SBN). Setelah sebelumnya membeli surat berharga syariah negara (SBSN) dalam lelang Selasa (21/4/2020), bank sentral kembali mengikuti lelang surat utang negara (SUN), Selasa (28/4/2020).
Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) menunjukkan penawaran yang masuk dalam lelang surat utang negara (SUN) senilai Rp44,39 triliun pada lelang, Selasa (28/4/2020). Jumlah itu naik signifikan dari penawaran yang masuk pada lelang sebelumnya senilai Rp27,65 triliun.
Dalam lelang itu, Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengungkapkan bank sentral memasukan penawaran senilai Rp7,5 triliun. Jumlah itu sesuai dengan kesepakatan dalam nota kesepahaman antara Bank Indonesia dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
“Pembelian SBN di pasar perdana oleh BI sebagai non competitive bid sebesar maksimal 25 persen dari target maksimal atau sekitar Rp10 triliun namun agar BI mendahulukan pelaku pasar, sehingga hanya melakukan bid senilai Rp7,5 triliun,” jelasnya dalam paparan pers virtual, Rabu (29/4/2020).
Perry mengatakan jumlah yang dimenangkan pemerintah dalam pelaksanaan lelang SUN itu senilai Rp16,6 triliun. Dari situ, Bank Indonesia memenangkan Rp2,3 triliun.
Baca Juga
Dia menilai ekspektasi pasar terhadap yield SUN sangat tinggi. Akibatnya, para pelaku pasar menawar yield tinggi dalam lelang SUN.
“Mungkin minggu-minggu ini pasar masih mempelajari ini sehingga kemarin dari bid Rp44 triliun yang dimenangkan Rp16,6 trilun. Kemarin, kemungkinan pasar minta yield terlalu tinggi,” ujarnya.
Perry menyebut yield 8,08 persen untuk SUN bertenor 10 tahun sudah terbilang tinggi. Nilai itu sekitar 7,5 persen di atas US Treasury Bond dengan tenor yang sama.
“Perbedaan suku bunga SBN kita dan luar negeri tinggi sekali. Itu menarik,” jelasnya.
Sesuai dengan nota kesepahaman, pemerintah dapat melaksanakan lelang tambahan atau green shoe option apabila target pelaksanaan lelang SBN tidak terpenuhi. Oleh karena itu, pemerintah menggelar lelang tambahan dengan target Rp23,38 triliun pada Rabu (29/4/2020).
Dalam pelaksanaan lelang itu, BI juga dapat melakukan bid dengan jumlah sekitar Rp7,5 triliun. Apabila hasil belum memenuhi target, pemerintah menggunakan private placement yang dapat berasal dari bank ataupun BI dengan besaran jumlah sesuai kesepakatan.
“Harga yang digunakan dalam private placement akan mengacu pada terkini yang dikeluarkan oleh PHEI [Penilai Harga Efek Indonesia]. Dengan makanisme, tersebut, kebutuhan pembiayaan defisit fiskal akan dapat dipenuhi,” ujar Perry.
PASAR OBLIGASI
Associate Director of Research and Investment Pilarmas Sekuritas Maximilianus Nico Demus menjelaskan bahwa harga obligasi mengalami kenaikan, Rabu (29/4/2020). Untuk harga obligasi acuan 5 tahun naik dari 102,3 pada penutupan menjadi 102,55.
Adapun, harga obligasi acuan 10 tahun naik dari 101,2 pada penutupan sebelumnya menjadi 101,3 pada perdagangan, Rabu (29/4/2020).
“Sejauh ini, harga obligasi mengalami kenaikan tetapi tidak terlalu banyak,” jelasnya.
Secara terpisah, Economist PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) Fikri C. Permana menilai sejak BI masuk ke pasar perdana permintaan semakin terjaga. Hal itu juga terjadi untuk likuiditas di pasar primer dan sekunder.
“Sehingga yield masih cukup terjaga,” tuturnya.
Fikri mengatakan pergerakan yield SUN 10 tahun Indonesia selama April 2020 relatif lebih stabil. Nilai deviasi menurutnya hanya sekitar 0,4 persen.
“Namun disaat yang sama, yield negara-negara lain khususnya yield US Treasury 10 year melandai sehingga spread yield SUN dan US 10 tahun masih di atas 740 basis points,” paparnya.
Di lain pihak, Associate Director Fixed Income Anugerah Sekuritas Indonesia Ramdhan Ario Maruto menilai masuknya BI ke pasar perdana untuk menjaga likuiditas dan kestabilan yield. Menurutnya, pergerakan imbal hasil sempat menguat pada awal April 2020.
“Sekarang relatif stabil di 7,8 persen hingga 8,0 persen,” jelasnya.