Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Asosiasi Perusahaan Efek (APEI) Nantikan Respons OJK Soal Relaksasi

Ketua APEI Octavianus Budiyanto mengatakan dalam jangka pendek fokus para perusahaan efek adalah bagaimana menjaga agar operasional tetap berjalan, di tengah terus menyusutnya jumlah transaksi saham.
Direktur Utama PT Kresna Sekuritas Octavianus Budiyanto (dari kiri), berbincang dengan Direktur PT M Cash Integrasi Tbk Jahja Suryandy dan Direktur Utama Martin Suharlie disela-sela masa penawaran umum perdana saham PT M Cash Integrasi Tbk, di Jakarta, Kamis (26/10)./JIBI-Dedi Gunawan
Direktur Utama PT Kresna Sekuritas Octavianus Budiyanto (dari kiri), berbincang dengan Direktur PT M Cash Integrasi Tbk Jahja Suryandy dan Direktur Utama Martin Suharlie disela-sela masa penawaran umum perdana saham PT M Cash Integrasi Tbk, di Jakarta, Kamis (26/10)./JIBI-Dedi Gunawan

Bisnis.com, JAKARTA - Asosiasi Perusahaan Efek Indonesia masih menunggu respons OJK terkait permintaan relaksasi lanjutan demi kelangsungan bisnis efek.

Ketua APEI Octavianus Budiyanto mengatakan dalam jangka pendek fokus para perusahaan efek adalah bagaimana menjaga agar operasional tetap berjalan, di tengah terus menyusutnya jumlah transaksi saham. Maka dari itu insentif lanjutkan sangat diperlukan.

“Kita nggak tahu sampai kapan Covid-19 ini akan selesai. Kita berusaha jaga agar jangan sampai [operasional] perusahaan efek terganggu, ini yang kita jaga makanya kita lagi minta relaksasi kembali,” tuturnya kepada Bisnis.com, baru-baru ini.

Dia mengatakan pihaknya telah mengirimkan surat kepada OJK berisi permintaan insentif tambahan yang meliputi relaksasi terkait iuran OJK, dana perlindungan pemodal (securities investor protection fund/SIPF), levy fee atau biaya transaksi, serta modal kerja bersih disesuaikan atau MKDB.

Meskipun demikian, pria yang akrab disapa Ocky ini tidak memerinci berapa besaran insentif yang diminta dari masing-masing poin tersebut.

Perusahaan efek memang dibebankan sejumlah iuran dalam operasionalnya. Salah satunya adalah levy fee yang dikenakan setiap melakukan transaksi jual beli saham atas penggunaan jasa atau fasilitas transaksi bursa.

Besaran biaya levy tersebut 0,04 persen dari nilai transaksi. Adapun peruntukkannya adalah untuk BEI (0,01 persen), KSEI (0,01 persen), biaya kliring KPEI (0,01 persen), dan ditambah dana jaminan KPEI (0,01 persen).

Kemudian ada SIPF yang sejak awal Februari 2019 alu mulai dibebankan sebagian kepada perusahaan efek. Mulanya iuran dana perlindungan pemodal tersebut ditanggung sepenuhnya oleh self regulatory organization (SRO), tapi kini pembagiannya adalah 75 persen SRO dan 25 persen perusahaan efek.

Sementara itu, untuk iuran OJK, berdasarkan PP nomor 11 Tahun 2014 yang berlaku sejak 1 Maret 2014, Perantara Pedagang Efek yang mengadministrasikan Rekening Efek Nasabah, besaran pungutan per perusahaan Rp30 juta, sedangkan yang tidak mengadministrasikan rekening efek nasabah kena iuran Rp5 juta.

Ada pula iuran bagi perusahaan penjaminan emisi efek, besaran pungutan per perusahaan Rp50 juta.

Relaksasi mengenai modal kerja bersih disesuaikan atau MKDB juga telah beberapa kali disinggung. Berdasarkan peraturan OJK, sekuritas penjamin emisi (underwriter) dan perantara pedagang (broker) minimal sebesar Rp25 miliar atau 6,25 persen atau 1/16 dari kewajiban terperingkat perusahaan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Hafiyyan
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper