Bisnis.com, JAKARTA — Para pembuat kebijakan berjanji bakal merespons optimisme para pelaku usaha dalam rangka menggenjot pertumbuhan ekonomi pada tahun depan. Dari sisi pasar modal, revisi terhadap Undang-undang Pasar Modal juga akan dikebut mengingat belum pernah diutak-atik sejak 1995.
Hasan Fawzi, Direktur Pengembangan Bursa Efek Indonesia, menyampaikan bahwa sudah banyak perkembangan di pasar modal yang seharusnya masuk ke dalam undang-undang.
Adapun selama 24 tahun terakhir, segala aturan di pasar modal hanya tertuang lewat aturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) atau dalam aturan yang dibuat self-regulatory organizations (SRO).
“Selama ini kan praktik baru yang muncul setelah UU pasar modal diberlakukan itu dipenuhi dalam ketentuan POJK dan sebagian diakomodir dalam aturan SRO atau konsensus di antara pelaku pasar. Itu semua rasanya memunculkan risiko legal, seandainya terjadi wanprestasi,” jelas Hasan di sela-sela CEONetworking 2019 di Jakarta, Kamis (31/10/2019).
Dirinya mengungkapkan bahwa saat ini otoritas bersama para pemangku kepentingan tengah menyusun area-area yang membutuhkan penambahan maupun penyempurnaan aturan yang kemudian akan kembali didaftarkan ke parlemen lewat Kementerian Keuangan.
Dari sisi OJK, saat ini tengah berencana membentuk payung hukum yang bersifat omnibus law dalam menyusun ketentuan dalam industri jasa keuangan. Menurut Hasan, apabila hal itu terealisasi yang mana aturan perbankan, pasar modal, dan nonbank beradal dalam satu payung hukum yang sama dapat menjadi dasar hukum yang relevan untuk UU Pasar Modal.
Baca Juga
Adapun beberapa yang akan diatur kembali adalah mengenai Central Counterparty (CCP) untuk transaksi OTC derivatif yang dinilai perlu basis legal selevel undang-undang. Selain itu, ada pula mengenai pricing agency maupun dana perlindungan investor yang belum ada di dalam UU Pasar Modal.
“Kalau dari sisi bursa, sedang ada wacana apakah misalnya demutualisasi masih relevan, kepemilikan oleh di luar AB—yang mungkin juga walaupun ada— tidak serta merta, misalnya, harus menjadi perusahaan publik, lebih terbuka dimiliki oleh pihak lain selain AB,” jelas Hasan.
Tanggapan APEI
Octavianus Budiyanto, Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Efek Indonesia, mengungkapkan bahwa sudah ada pengerucutan item yang akan diatur ulang dalam UU Pasar Modal nantinya.
“Sebetulnya ini kan lagi berjalan, terakhir Jumat lalu, kami diundang oleh staf ahli Kemenkeu untuk pasar modal. Sudah ada kurang lebih di-mapping, mengerucut sekitar 20 item, banyak,” jelas Octavianus.
Beberapa di antara yang sedang didiskusikan, lanjut Ocky, misalnya tentang digitalisasi pasar modal lewat e-proxy, e-voting, bahkan e-IPO. Pasalnya, dalam UU Pasar Modal sebelumnya belum disebutkan sama sekali mengenai, misalnya, penjualan produk pasar modal lewat market place dengan bantuan teknologi.
Selanjutnya, ada pula pembahasan mengenai keamanan dan settlement untuk setiap transaksi pasar modal lewat market place tersebut.
Berikutnya, ada pula pembicaraan untuk mengatur aset terlantar atau unclaimed asset . PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) mencatat jumlah aset tak bertuan mencapai Rp578,86 miliar per 8 Agustus 2019.
Dari sisi perlindungan investor, akan diatur pula mengenai Disgorgement Fund. Adapun disgorgement merupakan perintah tertulis OJK kepada pihak pelanggar hukum untuk mengembalikan uang sejumlah keuntungan yang diperoleh atau kerugian yang dihindari secara tidak sah atau melawan hukum.
“Sekarang kan kalau emitennya kena bayarnya ke OJK. Padahal, yang dirugikan itu investor. Nanti akan diatur, jika disgorgement fund itu berlaku nanti yang melakukan pidana itu yang akan kena harus bayar, proporsional ke investornya berapa,” jelas Ocky.