Bisnis.com, JAKARTA – Tiga indeks saham utama di bursa Wall Street Amerika Serikat serempak terbenam di zona merah pada awal perdagangan hari ini, Rabu (15/4/2020), pascarilis serangkaian data ekonomi yang mengecewakan.
Berdasarkan data Bloomberg, indeks S&P 500 anjlok 2,90 persen atau 82,57 poin ke level 2.763,49 pada pukul 10.20 pagi waktu New York.
Pada saat yang sama, indeks Dow Jones Industrial Average turun tajam 2,82 persen ke posisi 23.274,91 dan indeks Nasdaq Composite terkulai 2,04 persen ke level 8.341,98.
Data Departemen Perdagangan AS yang dirilis pada Rabu (15/4) menunjukkan nilai penjualan ritel melorot 8,7 persen pada Maret 2020 dari bulan sebelumnya, rekor penurunan terbesar yang tercatat sejak tahun 1992.
Secara y-o-y, penjualan ritel pada Maret 2020 turun 6,2 persen dari Maret 2019. Capaian ini berbanding terbalik dengan kenaikan sebesar 4,6 persen pada Februari 2020 secara y-o-y, seperti dilansir dari Bloomberg.
Sebuah laporan terpisah pada Rabu (15/4) menunjukkan bahwa output pabrik di AS turun pada Maret, penurunan terbesar sejak tahun 1946.
Baca Juga
Data lain menunjukkan manufaktur di Negara Bagian New York menyusut pada bulan April dengan laju tercepat sejak tahun 2001. Fakta ini menyoroti dampak parah dari penghentian aktivitas perekonomian yang dirancang untuk membendung penyebaran virus corona (Covid-19).
Sementara itu, saham ASML Holding NV, pemasok komponen Samsung Electronics Co., melaporkan penurunan laba sebesar 40 persen pada kuartal I/2020. Adapun, Johnson & Johnson, JPMorgan Chase & Co. dan Wells Fargo & Co. menyampaikan beragam gambaran tentang kinerja mereka.
Musim laporan keuangan korporasi akan memberi lebih banyak kejelasan mengenai dampak tekanan pandemi Covid-19 bagi perusahaan global setelah Dana Moneter Internasional (IMF) mengatakan resesi pada masa “Great Lockdown" akan menjadi yang paling curam dalam hampir satu abad.
“[Laporan keuangan] benar-benar akan menjadi panduan ke depan,” ujar Erin Gibbs, Presiden dan CEO di Gibbs Wealth Management LLC.
“Yang benar-benar akan kita cari adalah, apakah perusahaan-perusahaan memberi gambaran tentang kapan mereka pikir akan kembali membukukan profitabilitas, atau, apakah mereka berbicara tentang lebih banyak PHK?” jelasnya.