Bisnis.com, JAKARTA - Bank Indonesia memutuskan untuk mempertahankan bunga acuan 7-Day reverse repo rate di level 4,5 persen kemarin, Selasa (14/4/2020).
Keputusan bank sentral berbeda dengan ekspektasi Mirae Asset Sekuritas dan konsensus dari Bloomberg yang memperkirakan bank sentral akan memangkas tingkat suku bunga acuan ke level 4,25 persen.
Ekonom Mirae Asset Sekuritas Anthony Kevin menyebut pemangkasan tingkat suku bunga acuan sebesar 25 basis poin sebenarnya akan bisa dibenarkan secara fundamental.
“Di tahun 2019 dan sejauh ini di tahun 2020, BI baru mengeksekusi pemangkasan tingkat suku bunga acuan sebesar 150-bps, jauh di bawah The Fed yang sebesar 225-bps. Kemudian, ada selisih yang relatif besar antara imbal hasil obligasi pemerintah dengan inflasi,” tulisnya dalam riset yang diterima Bisnis, Rabu (15/4/2020).
Sekuritas percaya bahwa pemangkasan tingkat suku bunga acuan oleh BI sangatlah dibutuhkan. Hal ini didasarkan pada pandangan bahwa apresiasi di pasar saham Amerika Serikat belakangan mungkin tidak akan bisa bertahan di masa depan.
Hal tersebut berpotensi memicu aliran dana keluar signifikan dari pasar keuangan negara berkembang, termasuk Indonesia.
Baca Juga
Lebih lanjut, sekuritas juga melihat bahwa pemangkasan tingkat suku bunga acuan dibutuhkan guna menutupi sentimen negatif yang datang dari minimnya stimulus fiskal yang diberikan pemerintah pusat untuk memitigasi dampak dari penyebaran COVID-19.
Menurut Gubernur BI Perry Warjiyo, pihaknya sudah resmi mengadopsi kebijakan moneter yang tidak konvensional yakni quantitative easing (QE), senilai sekitar Rp300 triliun.
Namun, Mirae Asset Sekuritas menemukan bahwa ada perbedaan signifikan antara QE yang diadopsi berbagai bank sentral besar di dunia dengan yang diadopsi oleh BI.
Perkembangan belakangan ini, lanjutnya, lebih mengarah kepada skenario bear-case, dan besaran risiko yang terealisasi lebih besar dari yang telah pihaknya proyeksikan.