Bisnis.com, JAKARTA - Harga aluminium runtuh seiring dengan membludaknya pasokan dengan cepat dan diproyeksi terus berada di jalur bearish yang dipicu lemahnya permintaan akibat sentimen penyebaran COVID-19.
Berdasarkan data Bloomberg, pada penutupan perdagangan Kamis (9/4/2020) harga aluminium di bursa London berada di level US$1.479, menguat 0,96 persen atau 14 poin. Kendati berhasil berbalik menguat daripada perdagangan sebelumnya, harga tersebut merupakan level terendah aluminium sejak Maret 2016.
Sepanjang tahun berjalan 2020, kinerja aluminium menjadi terburuk kedua di antara logam dasar lainnya, yaitu melemah 17,97 persen atau tepat di atas nikel yang terkoreksi 18,32 persen.
Analis Wood Mackenzie Kamil Wlazly mengatakan bahwa dari semua logam tidak mulia, aluminium tampaknya akan terkena dampak terburuk dari pandemi COVID-19, karena permintaan dari produsen mobil terhenti dan pasokan dunia tengah berada di level yang cukup tinggi.
Oleh karena itu, lockdown dan pembatasan perjalanan yang dilakukan oleh banyak negara telah membuat pasar aluminium mengarah ke surplus pasokan dengan begitu cepat.
Akibatnya, lebih dari setengah pabrik peleburan di seluruh dunia kehilangan cuan karena harga diperdagangkan mendekati posisi terendah empat tahun.
"Anda dapat melihat ada ketakutan di pasar, tetapi pertanyaan apakah ini akan lebih buruk dari 2008 sulit dijawab pada saat ini," ujar Kamil seperti dikutip dari Bloomberg, Jumat (10/4/2020).
Untuk diketahui, pada krisis keuangan 2008, pasar aluminium juga mengalami kelebihan pasokan akibat rendahnya permintaan. Pasar aluminium pun membutuhkan waktu lebih dari satu dekade setelah krisis itu terjadi untuk menyelesaikan surplus pasokan.
Di sisi lain, United Co. Rusal, produsen terbesar di luar China, telah melihat pelanggan menunda pesanan dan kemungkinan kondisi tersebut baru akan mulai pulih pada paruh kedua tahun ini atau mungkin bisa lebih lama dari ekspektasi.
Akibatnya, smelter aluminium semakin memperlengkap jalur produksi untuk membuat produk turunan aluminium yang lebih mudah dijual, dan meningkatkan kembali produk-produk khusus yang sangat menguntungkan sebelum virus corona menyerang.
Manajer Riset CRU Eoin Dinsmore mengatakan bahwa saat ini produsen aluminium sudah mulai beralih untuk memperbanyak produksi aluminium yang bernilai tambah sebagai salah satu strategi menjaga kinerja di tengah pandemi corona.