Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ini Alasan Mengapa Waskita Harus Segera Divestasi Bisnis Tol

Divestasi dinilai menjadi jalan keluar bagi Waskita Karya untuk mendapat dana segar guna mengurangi jumlah utang.
Interchange di Jalan tol Kanci-Pejagan. Jalan tol ini dikelola oleh PT Semesta Marga Raya, anak usaha PT Waskita Transjawa Roll Road. Waskita Toll Road memiliki 39,49 persen saham WTTR per 1 April 2020./wtr.co.id
Interchange di Jalan tol Kanci-Pejagan. Jalan tol ini dikelola oleh PT Semesta Marga Raya, anak usaha PT Waskita Transjawa Roll Road. Waskita Toll Road memiliki 39,49 persen saham WTTR per 1 April 2020./wtr.co.id

Bisnis.com, JAKARTA – Divestasi kepemilikan ruas jalan tol dinilai harus menjadi prioritas PT Waskita Karya (Persero) Tbk. untuk memperbaiki kinerja pada 2020. Divestasi dibutuhkan untuk mendapat dana segar guna mengurangi tingkat utang yang tinggi. 

Analis Artha Sekuritas Dennies Christoper Jordan menyatakan bahwa saat ini divestasi aset, termasuk kepemilikan saham di sejumlah ruas jalan tol, menjadi prioritas bagi emiten berkode saham WSKT tersebut.

“WSKT menurut kami adalah yang paling butuh [divestasi], karena utangnya paling tinggi,” tuturnya kepada Bisnis, belum lama ini.

Pada 2019, Waskita karya membukukan laba bersih Rp938,14 miliar, turun 76,33 persen secara tahunan.  Selain karena pendapatan turun, laba tergerus karena beban keuangan juga melonjak 47,22 persen.

Dennies menilai penurunan kinerja ini disebabkan oleh langkah perseroan yang terlalu agresif untuk menambah utang dalam beberapa tahun terakhir. Di sisi lain, kinerja operasional kurang memuaskan.

Menurutnya, divestasi kepemilikan di ruas jalan tol mesti menjadi perhatian Waskita Karya untuk tahun ini. Namun, di tengah kondisi ini perseroan harus tetap berhati-hati. Sebab, segala proses penjualan bisa jadi berubah seiring dengan merebaknya virus corona di dalam negeri.

“Dampak corona cukup besar, kita lihat saja nanti ada yang beli atau tidak. Kalau sudah ketemu buyer-nya dan harga cocok, saya rasa bagus. Kalau masih valuasi berarti belum kesepakatan harga, jadi masih harus berhati-hati,” jelasnya.

Sementara itu, Kepala Riset Praus Capital Alfred Nainggolan menyatakan bahwa kesulitan melepas kepemilikan di ruas jalan tol menjadi salah satu kendala utama Waskita Karya dalam beberapa tahun terakhir. Urung terealisasinya divestasi, semakin membebani perseroan yang punya utang besar.

“Awalnya, dia [WSKT] pikir beban tol bisa dilepas, untuk mengurangi beban-beban mereka, tapi belum terealisasi, dan tol itu dihasilkan lewat utang, jadi bebannya cukup besar,” jelasnya.

Dia menyatakan jika divestasi dapat  divestasi, Waskita Karya bakal mendapat angin segar untuk mengembalikan kepercayaan investor terhadap perseroan. Pasalnya, perseroan diproyeksi kesulitan membukukan pendapatan yang lebih baik pada tahun ini karena adanya virus corona.

Namun, divestasi juga tidak akan mudah untuk dilakukan saat ini. Sentimen negatif dari penyebaran virus corona membuat ketidakpastian iklim bisnis semakin tinggi.

“Ruang gerak dia memang tidak besar lagi, divestasi semestinya bisa berjalan, ternyata tapi itu tersendat, mau pinjam lagi juga masih tinggi, sementara utang lama juga belum tuntas, harusnya mereka bisa jual [tol] di tahun ini,” jelasnya.

Sebelumnya, Direktur Keuangan Waskita Karya Haris Gunawan menyatakan bahwa pelepasan kepemilikan jalan tol memang masih menjadi fokus perseroan pada 2020. Pada 2019, perseroan telah berhasil melego tol Solo-Ngawi dan tol Ngawi-Kertosono dengan nilai transaksi Rp2,4 triliun.

“Pelepasan konsesi jalan tol masih menjadi fokus WSKT untuk 2020. Tahun lalu, kami sukses melepas dua ruas, dan tahun ini kami menargetkan pelepasan setidaknya enam ruas tol lagi,” jelasnya.

Dia menambahkan saat ini anak usaha di bidang jalan tol, yakni PT Waskita Toll Road masih menyelesaikan pembangunan tujuh dari 16 ruas tol yang hak konsesinya telah dimiliki perseroan. Adapun, tol yang telah beroperasi saat ini mencapai 9 ruas.

Haris juga menyampaikan perseroan akan memperlancar arus kas masuk pada tahun ini untuk menekan tingkat leverage utang. Rasio utang terhadap ekuitas atau debt to equity ratio (DER) ditargetkan turun ke kisaran 2,1—2,2 kali.

“Proyeksi kami DER di kisaran 2,4 kali—2,5 kali, tapi kami mau coba untuk turunkan, kita mau maintain di best effort turun ke 2,1—2,2 kalau program kita berjalan dengan baik,” ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Rivki Maulana
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper