Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Harga Minyak Jatuh, Trump Telepon Presiden Rusia Vladimir Putin

Presiden Donald Trump khawatir harga minyak telah jatuh terlalu jauh. Ia pun menghubungi Presiden Vladimir Putin untuk membahas perang harga minyak Rusia dengan Arab Saudi.
Ilustrasi/Bisnis.com
Ilustrasi/Bisnis.com

Bisnis.com, JAKARTA – Presiden Donald Trump khawatir harga minyak telah jatuh terlalu jauh. Ia pun menghubungi Presiden Vladimir Putin untuk membahas perang harga minyak Rusia dengan Arab Saudi.

Menurut pihak Kremlin, Trump dan Putin setuju untuk adanya diskusi tentang minyak antara pejabat energi di kedua negara.

Di sisi lain, dalam sebuah pernyataan, Gedung Putih mengatakan kedua pemimpin tersebut sepakat tentang pentingnya stabilitas di pasar energi global.

Sebelumnya, Trump mengatakan bahwa dia tidak ingin melihat sektor energi Amerika "musnah" setelah Rusia dan Arab Saudi melancarkan konflik yang menekan harga minyak.

“Saya tidak pernah berpikir saya akan mengatakan bahwa mungkin kita harus memiliki peningkatan minyak, karena memang begitu. Harganya sangat rendah,” ungkap Trump dalam sebuah wawancara di “Fox & Friends”, seperti dilansir Bloomberg.

Menurut Kremlin, komunikasi pada Senin (30/3/2020), yang terjalin via sambungan telepon, antara Trump dan Putin itu dilakukan atas permintaan AS. Namun, baik Gedung Putih ataupun Kremlin tidak secara spesifik mengungkapkan berapa lama kedua pemimpin itu berbicara.

Pandangan Trump kali ini tentang harga minyak terdengar berbeda dari awal Maret, ketika ia membandingkan kejatuhan harga minyak dengan "pemotongan pajak" untuk warga Amerika.

Pada 9 Maret, dia dikabarkan telah berbicara dengan Putra Mahkota Saudi Mohammed bin Salman soal perang harga minyak dengan Rusia.

Trump telah lama berpendapat bahwa peningkatan hubungan antara Washington dan Moskow dapat membantu menyelesaikan perselisihan internasional.

Terlepas dari komunikasi yang dilakukan Trump dengan Putin, harga minyak mentah tetap tertekan bahkan jatuh ke level terendahnya sejak Maret 2002 pada perdagangan Senin (30/3/2020), di tengah rontoknya permintaan dan membengkaknya surplus komoditas ini akibat dampak virus corona (Covid-19).

Harga minyak kini berada di jalur untuk mengalami kuartal terburuknya dalam sejarah. Goldman Sachs Group Inc. memperkirakan konsumsi akan turun 26 juta barel per hari pekan ini karena langkah-langkah untuk menahan virus corona merugikan PDB global.

Merosotnya permintaan telah mendorong penutupan kilang-kilang mulai dari Afrika Selatan hingga Kanada, sehingga menyebabkan kelebihan suplai minyak di pasar.

Sementara itu, Arab Saudi dan Rusia tidak menunjukkan tanda-tanda pengenduran dalam perseteruan mereka mengenai pasokan. Saudi mengumumkan rencana untuk meningkatkan ekspor minyaknya dalam beberapa bulan mendatang.

Sebagian analis berpendapat bahwa motivasi Rusia jauh melampaui persoalan minyak dan diperumit oleh kegusaran federasi ini atas sanksi AS dan oposisi terhadap pipa Nord Stream 2 yang menghubungkan Rusia ke Jerman. Oleh karenanya, 'harga' untuk membuat Rusia mundur mungkin terlalu tinggi.

“Kekhawatiran Rusia dengan AS melampaui soal pangsa pasar. Putin frustrasi dengan sanksi dan mungkin lebih tertarik untuk menghukum AS ketimbang Arab Saudi,” ujar Dan Eberhart, CEO perusahaan jasa pengeboran Canary LLC.

“Jika Trump menginginkan kesepakatan dengan Putin, ia mungkin harus berjanji untuk mengurangi sanksi. Saya tidak yakin dia bisa memberikan itu tanpa dukungan kongres,” jelasnya.

Seperti sebelumnya diberitakan, pembicaraan antara anggota Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak dan aliansinya (OPEC+) mandek pada awal Maret karena Rusia menolak menandatangani pengurangan produksi yang diusulkan oleh Arab Saudi.

Kegagalan mencapai kesepakatan mendorong Saudi untuk melancarkan perang harga yang, dikombinasikan dengan dampak buruk pandemi virus, menyebabkan pasar komoditas ini ambruk.

Para pemimpin industri minyak, kelompok perdagangan dan beberapa senator dari kubu Republik telah mendesak pemerintahan Trump untuk mencari solusi diplomatik dengan Arab Saudi.

Enam senator dari negara-negara bagian penghasil minyak pekan lalu mendesak Menteri Luar Negeri Michael Pompeo untuk mengambil sikap lebih tegas terhadap Arab Saudi, seraya menyoroti beberapa “alat kuat” yang bisa digunakan seperti sanksi, tarif, dan pembatasan perdagangan lainnya.

"Trump akan memiliki keberhasilan yang lebih baik dengan menekan Arab Saudi daripada Rusia karena mereka [Saudi] bergantung pada AS untuk perlindungan, intelijen, dan penjualan senjata," tambah Eberhart.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper