Bisnis.com, JAKARTA – Emiten perkebunan kelapa sawit mulai memantau dampak yang akan timbul dari kebijakan lockdown yang dilakukan oleh pemerintah India terhadap penjualan crude palm oil (CPO).
Direktur Keuangan PT Austindo Nusantara Jaya Tbk. Lucas Kurniawan mengatakan, pihaknya masih memantau rencana lockdown India dan dampak yang kemungkinan akan ditimbulkan.
Hingga saat ini, pihaknya masih memantau kondisi ini dengan berkomunikasi dengan pembeli di India. Lucas mengharapkan, pengiriman CPO masih tetap dapat dilanjutkan selama beberapa waktu.
“Tetapi, kami masih akan mengamati apakah akan ada dampak terhadap kelancaran proses bongkar (unloading) di pelabuhan tujuan,” katanya saat dihubungi pada Jumat (27/3/2020) di Jakarta.
Lucas melanjutkan, dalam merancang langkah antisipasi terkait lockdown di India, pihaknya mempertimbangkan sejumlah hal, diantaranya adalah dampak kebijakan ini ke pasar, termasuk secara logistik, dan juga dampak operasional bagi seluruh pelaku industri.
Menurutnya, kondisi lockdown ini akan berdampak bagi seluruh perusahaan, termasuk emiten berkode saham ANJT ini. Lucas mengatakan, selama perode lockdown, perseroan akan memaksimalkan penjualan di pasar domestik yang sudah ada.
Baca Juga
“Selain pasar domestik, kami juga akan memfokuskan penjualan pada pembeli-pembeli CPO perusahaan kami yang reguler,” tambahnya.
Sebelumya, pada 2019, ANJT mencatatkan produksi tandan buah segar (TBS) sebanyak 732.837 ton dan crude palm oil (CPO) 240.884 ton.
Lucas mengatakan, terjadi penurunan sebesar 6,8 persen dibandingkan dengan 2018 sebesar 786.104 ton. Hal itu dikarenakan ANJT tengah melakukan program penanaman kembali di Belitung dan Sumatera Utara. Namun, perkebunan di Kalimantan Barat dapat menopang produksi dengan kenaikan 15,8 persen menjadi 153.837 ton pada 2019.
“Tahun lalu pun kami meningkatkan pembelian TBS dari pihak ketiga untuk memaksimalkan utilisasi pabrik. Total TBS yang dibeli dari pihak ketiga pada 2019 sebesar 405.754 ton meningkat sebesar 8,1 persen dibandingkan dengan 2018 [sebesar 375.181],” katanya.
Sementara itu, Corporate Communications Officer PT Sinar Mas Agro Resources and Technology Tbk Beni Wijaya mengatakan pihaknya belum dapat memperkirakan dampak kebijakan lockdown yang diterapkan Pemerintah India terhadap kinerja perusahaan.
“Kami belum dapat memberi keterangan dengan jelas karena data yang kami miliki belum mendukung,” katanya.
Pada kuartal III/2019, emiten bersandi saham SMAR ini mencatatkan pendapatan sebesar Rp26,38 triliun. Total penjualan domsetik menyumbang Rp13,18 triliun sedangkan ekspor sebesar Rp13,19 triliun. Total pendapatan itu menurun 4,76 persen dibandingkan dengan periode sebelumnya Rp27,70 triliun.
Pada periode sebelumnya segmen penjualan domestik mentumbang Rp12,78 triliun sedangkan ekspor sebesar Rp14,91 triliun.
Di sisi lain Direktur Keuangan PT Dharma Satya Nusantara Tbk. (DSNG) Jenti Widjaja mengatakan, meskipun pihaknya tidak menjual CPO ke India, tetapi rencana lockdown India sebagai salah satu negara tujuan ekspor CPO Indonesia akan menimbulkan dampak baik pada perusahaan maupun pada komoditas.
Jenti menuturkan, penerapan lockdown di India akan turut mempengaruhi keseimbangan suplai dan permintaan CPO Indonesia.
“Namun, pada saat yang bersamaan, pasar di China dikabarkan akan mengakhiri lockdown mulai 8 April 2020. Sehingga, hal ini akan memberikan sentimen positif terhadap pasar dan berdampak pada kenaikan harga CPO,” tuturnya.
Sebelumnya, DSNG mencatatkan volume penjualan sebesar 666.000 ton. Jumlah itu naik sebesar 46 persen dibandingkan dengan 2018.
Direktur Utama Dharma Satya Nusantara Andrianto Oetomo mengatakan kenaikan tersebut disebabkan oleh adanya tambahan produksi CPO dari dua pabrik kelapa sawit (PKS) milik perkebunan yang diakuisisi perseroan dan penjualan sisa persediaan tahun sebelumnya.
“Produksi CPO Perseroan pada 2019 mencapai 610.000 ton, naik 25 persen dibandingkan dengan 2018. Dari jumlah tersebut, dua kebun baru yang diakuisisi memberikan kontribusi sekitar 95.000 ton CPO atau 16% dari total produksi CPO perseroan,” katanya
DSNG tahun ini mengalokasikan belanja modal Rp800 miliar sampai Rp1 triliun yang sebagian besar akan digunakan untuk pengembangan pabrik baru, penyelesaian pembangunan fasilitas Bio-CNG, penanaman baru, pembangunan infrastruktur dan juga modernisasi fasilitas pabrik di segmen usaha produk kayu.