Bisnis.com, JAKARTA – Analis menilai aksi korporasi melakukan initial public offering atau IPO dalam kondisi pasar yang belum membaik pada awal tahun ini masih memberikan tantangan.
"Kondisinya memang masih banyak tantangan, ya. Karena terlihat IHSG menjadi yang terlemah di Asean, sehingga dibutuhkan stimulus untuk meningkatkan gairah di pasar," ujar analis Wisnu Prambudi Wibowo kepada Bisnis.com pada Rabu (19/2/2020).
Wisnu mengatakan, ia belum bisa memastikan korporasi dengan nilai emisi berkapasitas jumbo bisa terserap pasar karena beberapa perseroan yang melakukan aksi IPO sepanjang tahun 2020 ini masih menawarkan nilai transaksi yang kecil.
"Terus terang belum tahu apakah bisa diserap pasar atau tidak, karena sejauh ini di tahun 2020 yang sudah IPO nilai emisinya terbilang kecil," ungkapnya.
Meski begitu, Wisnu menilai emiten rumah sakit memiliki prospek yang menarik karena iuran BPJS yang resmi dinaikan pada awal tahun.
"Kalau prospek sebenarnya menarik, karena iuran BPJS tahun ini kan dinaikan. Di saat yang sama APBN bidang kesehatan juga terus naik dari tahun ke tahun," ujarnya.
Baca Juga
Namun, jika kinerja keuangan perseroan yang akan IPO masih merugi, Wisnu menyarankan calon investor untuk lebih memilih emiten yang memiliki kinerja fundamental yang kuat.
"Kalau masih merugi kita lebih menyarankan emiten-emiten yang sudah lama IPO dengan kinerja fundamental yang sudah jelas," imbuhnya.
Pada hari ini, calon emiten rumah sakit PT Metro Healthcare Indonesia (MHI) menyampaikan rencananya untuk melantai di bursa. Perusahaan membidik dana segar hingga Rp1,1 triliun lewat penawaran umum perdana itu, yang akan dilaksanakan pada 13 Maret 2020.
MHI akan menawarkan sebanyak-banyaknya 10 miliar lembar saham atau sebesar 30,075 persen dari jumlah modal yang ditempatkan dan disetor penuh setelah penawaran umum yang dikeluarkan dari portepel perseroan dengan nilai nominal Rp100.
Dana dari hasil penawaran umum akan digunakan untuk peningkatan modal kepada PT Metro Global Medika dengan alokasi 30 persen. Kemudian, dana hasil IPO juga akan digunakan untuk pinjaman kepada entitas tidak langsung PT Semesta Akasa Jayaraya.
Sebanyak 60 persen dana hasil IPO juga akan digunakan sebagai pinjaman kepada enam entitas anak tidak langsung. Pinjaman selanjutnya dipakai untuk membeli 8 bidang tanah dan sisanya untuk modal kerja.
Perseroan menunjuk PT Jasa Utama Capital Sekuritas sebagai penjamin pelaksana emisi dengan masa book building mulai 17 hingga 21 Februari 2020 dan masa penawaran mulai 3 hingga 9 Maret 2020.
Direktur Utama MHI, Henry Kembaren mengatakan perseroan akan fokus pada layanan kesehatan pada pangsa kelas menengah ke bawah. Pada umumnya segmen ini merupakan peserta BPJS Kesehatan.
Sejalan dengan itu, Henry menyebut perseroan bakal membangun rumah sakit di daerah guna menjangkau segmen pasar yang dibidik.
“Ekspansi berupa pembangunan dan akuisisi rumah sakit akan menyasar lokasi yang strategis pinggiran kota dan kabupaten yang sedang tumbuh,” paparnya.
MHI memiliki portofolio tujuh rumah sakit, yakni RSIA Bunda Sejahtera, RSU Bina Sehat Mandiri, dan RSU Metro Hospitals Cikarang, RSU Metro Hospitals Cikupa, RSU Kartini, RSIA Mitra Husada, dan RSIA St. Yusuf.
Di sisi lain, hingga 2019 MHI masih menderita kerugian kendati pendapatan bertumbuh 58 persen. Per Agustus 2019, MHI mencatat rugi bersih sebesar Rp27,23 miliar, meningkat 68,27 persen dibandingkan dengan periode yang sama pada 2018.
Henry menyebut kerugian timbul karen kenaikan beban pinjaman sebagai dampak dari akuisisi rumah sakit.
"Tahun 2020 ini, kita sudah memperkirakan sudah ada keuntungan,” ujar Henry.
Pada tahun 2020, perseroan membidik pertumbuhan pendapatan secara tahunan sebesar mencapai Rp221 miliar dengan laba bersih untuk pertama kalinya setelah empat tahun sebesar Rp16 miliar. MHI terakhir kali meraih keuntungan pada 2016 lalu sebesar Rp10,42 miliar.