Bisnis.com, JAKARTA – Direktur Utama Bursa Efek Indonesia Inarno Djajadi mengatakan bahwa PT Nara Hotel Internasional diharapkan dapat kembali memulai proses penawaran saham perdana atau initial public offering (IPO).
“IPO yang Nara aku belum tahun pastinya, kalau tidak salah IPO Nara itu dibatalkan ya,” katanya di Jakarta, Jumat (14/2/2020).
Dia mengatakan perusahaan perhotelan itu gagal melantai karena kurangnya transparansi selama proses IPO. Inarno mengharapkan dengan mengulang kembali proses IPO, perusahaan tersebut dapat memberikan transparansi yang lebih baik.
“Ada yang kurang transparan, atau kurang keterbukaannya. Jadi, diharapkan dengan IPO lagi bisa lebih bagus prosesnya, itu saja. Lebih transparan prosesnya,” ujarnya.
Nara yang sejatinya dijadwalkan mencatatkan saham perdana pada pekan lalu memutuskan akan mengembalikan dana sebesar Rp202 miliar yang dihimpun dari investor. Penundaan tersebut dipicu oleh aduan nasabah terkait masa penjatahan.
Dia mengatakan bahwa terdapat dugaan penambahan aset yang dilakukan oleh Nara. BEI dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), lanjutnya, masih melakukan penelusuran lebih dalam guna memvalidasi laporan dari para pemegang saham.
Baca Juga
Sementara itu, analis menilai kasus penundaan pencatatan saham perdana Nara Hotel Internasional dinilai dapat menjadi preseden buruk bagi kinerja otoritas dalam memberikan edukasi kepada investor di Indonesia.
Kepala Riset Praus Kapital Alfred Nainggolan menjelaskan dalam hal ini otoritas bursa memberikan tekanan kepada Nara dan penjamin efek. Dia menyayangkan langkah regulator menuruti komplain investor yang menurutnya kurang teredukasi.
“Karena permintaan komplain ini yang membuat tekanan tehadap emiten dan underwriter, ini sebuah edukasi yang buruk, kita membiarkan ada sejumlah investor yang tidak mengerti pasar dan itu diakomodasi oleh regulator,” jelasnya kepada Bisnis.com, Jumat (14/2/2020).
Padahal, menurutnya regulator dapat memberikan edukasi kepada investor pasar modal jika tidak mengikuti komplain tersebut. Menurutnya, dalam proses bookbuilding investor semestinya telah memahami proses pemesanan efek.
“Mental investor kita yang seperti ini, yang kalau dibiarkan akan buat pasar modal tidak sehat. Dia sudah mencantumkan permintaannya, ketika dipenuhi malah komplain. Mentalnya benar-benar tidak sehat, saya sepakat ini namanya bandar pooling, dan ini merusak pasar,” katanya.
Dia mengatakan dalam kasus ini, kerugian paling besar harus ditanggung oleh Nara. Meskipun masih bersifat penundaan, menurutnya akan sulit bagi perseroan untuk tetap merealisasikan IPO.
Persepsi publik terhadap perseroan sudah kadung negatif. Alfred mengharapkan regulator dapat lebih terbuka dan menjelaskan kasus ini dengan transparan.
“Kenapa underwriter samapi mengembalikan dana investor, ini kan ada tekanan dari regulator. Tapi sekarang regulator juga tidak bersuara, harusnya bicara, soal kenapa, duduk permasalahannya seperti apa yang sebenarnya,” jelasnya.