Bisnis.com, JAKARTA - Gubernur Bank Sentral Libya Sadiq Al-Kabir meminta masyarakat internasional untuk membantu mengakhiri penutupan pelabuhan minyak selama seminggu oleh komandan militer Khalifa Haftar.
Bahkan, dia mendeskripsikan penutupan pelabuhan tersebut dengan peluru di kepala.
Kabir, dalam sebuah wawancara di Bloomberg Television, menyanpaikan masih terlalu dini untuk menilai kerusakan dari blokade yang menghentikan ekspor minyak mentah dari negara OPEC dan memaksa National Oil Corp untuk menyatakan force majeure pada pasokan.
"Penutupan itu dilakukan setelah satu tahun pertumbuhan ekonomi dan reformasi di negara yang dilanda perang, yang berada di atas cadangan minyak terbesar Afrika. Langkah ini sama dengan peluru di kepala," katanya, Sabtu (25/1/2020).
Adapun, Haftar, pemimpin militer yang mengendalikan bagian-bagian penting negara itu, melumpuhkan produksi minyak dan menutup pelabuhan akhir pekan lalu, tepat ketika melakukan negosiasi gencatan senjata dengan pemerintah nasional.
Salah satu tuntutan utama Haftar adalah penghapusan Kabir dan distribusi pendapatan minyak yang lebih adil untuk mendukung bagian timur yang terpinggirkan secara historis di negara itu.
Baca Juga
Sementara itu, Kabir membantah ada disparitas pengeluaran.
"Distribusi adil ada di sana," katanya, seraya menyebut bahwa bank sental mengeluarkan laporan berkala tentang keuangannya.
Dia memaparkan minyak menyumbang 93 persen dari pendapatan negara dan 70 persen dari pengeluaran, dengan sebagian besar dari gaji publik.
Kabir menuturkan dia akan bersedia untuk mengundurkan diri jika persyaratan hukum dalam kesepakatan politik PBB dipenuhi.
"Kami berharap akan ada dukungan dari komunitas internasional untuk melanjutkan produksi dan ekspor minyak, dengan cara yang lebih cepat," kata Kabir.