Bisnis.com, JAKARTA—Setelah melakukan suspensi perdagangan saham PT Hanson International Tbk. (MYRX), Bursa Efek Indonesia tetap memantau perkembangan fundamental perusahaan lainnya. Suspensi dapat dilakukan apabila memang terdapat isu yang berkaitan dengan fundamental perusahaan.
I Gede Nyoman Yetna Direktur Penilaian Perusahaan Bursa Efek Indonesia menekankan bahwa suspensi emiten berkode saham MYRX bukan dikarenakan figur Benny Tjokosaputro. Namun, hal itu dilakukan setelah melakukan klarifikasi dan pemanggilan terkait dengan kegagalan pembayaran utang oleh perusahaan.
“Kami concern dengan pemegang saham pengendali, direksi, komisaris dana perusahaan. Konteks yang men-trigger fundamental perusahaan. Kalau secara fundamental tidak ada isu seperti Hanson tetap kami monitor. Perusahan yang manapun yang kalau kondisi Kegagalan signifikan bukan karena Hansonnya tapi akan kami lakukan dengan perusahaan lain,” jelasnya Rabu (22/1/2020).
Setelah ini, lanjut Nyoman dalam waktu dekat pihaknya akan kembali mengadakan pertemuan dengan Hanson untuk melihat sejauh mana perkembangannya kasus yang terjadi.
Secara garis besar Nyoman menjelaskan sejumlah hal yang dapat mengakibatkan digemboknya saham sebuah perusahaan publik. Pertama, jika tidak menyampaikan informasi material terkait dengan naik turunnya harga saham. Kedua, keterlambatan laporan keuangan.
“Selain itu juga ada kewajiban material yang belum dipenuhi. Pergerakan tak didukung underlying. Suspend akan kami lakukan kalau sudah jelas trigger-nya,” tekannya.
Baca Juga
Berdasarkan keterbukaan informasi yang dipublikasikan pada Kamis (16/1/2020), pihak Bursa Efek Indonesia melakukan penghentian sementara perdagangan saham berkode MYRX itu sejak perdagangan sesi I hari ini.
Selain melakukan penghentian terhadap saham MYRX, BEI turut melakukan penghentian sementara untuk perdagangan saham seri B milik perseroan.
Sebelumnya diberitakan, PT Hanson International Tbk. gagal membayar utang senilai Rp2,66 triliun kepada 1.845 pihak.
Direktur Hanson International Rony Agung mengakui perseroan gagal melakukan pembayaran utang. Pasalnya para kreditur menagih secara bersamaan baik yang pada saat jatuh tempo dan sebelum jatuh tempo.
“Saat ini perseroan dan para kreditur sedang dalam tahap negosiasi atas penyelesaian [utang] dengan asset settlement yang dalam penyelesaian pinjaman dapat dialihkan atau digantikan dengan pembelian properti berupa kavling,” katanya dikutip dari keterbukaan informasi pada Rabu (15/1/2020).
Sebagai informasi, MYRX wajib melunasi utang sebesar Rp147,25 miliar kepada 97 pihak pada Oktober tahun lalu. Lalu melakukan pelunasan sebesar Rp503 miliar kepada 287 pihak pada November dan Rp425 miliar kepada 256 pihak pada Desember 2019.
Total utang yang harus dilunasi ialah sebesar Rp1,07 triliun. Pada 2020, antara Januari—Oktober perseroan harus melunasi utang sebesar Rp1,58 triliun.
Rony mengatakan MYRX berkomitmen untuk menyelesaikan pinjaman individual yang saat ini masih dalam proses. Perusahaan berencana melunasi utang melalui asset settlement, restrukturisasi, dan menjual sebagian aset atau saham di level anak perusahaan.
Adapun, sang pemilik perusahaan yakni Benny Tjokrosaputro juga tengah terseret dalam kasus Jiwasraya, dan ditetapkan menjadi tersangka.