Bisnis.com, JAKARTA – Harga minyak mentah global berpotensi masih memanas usai perhatian pasar beralih ke pembalasan Iran atas serangan udara Amerika Serikat yang membunuh Mayor Jenderal Qasem Soleimani, perwira militer senior Iran.
Berdasarkan data Bloomberg, harga minyak mentah West Texas Intermediate ditutup melesat 3,06% atau 1,87 poin menjadi US$63,05%, sedangkan harga minyak mentah Brent ditutup menguat 3,55% atau 2,35 poin menjadi US$68,60 per barel, Jumat (3/1/2020).
Dilansir dari Bloomberg, Minggu (6/1/2020), CNN melaporkan mengutip pejabat pertahanan AS, Negeri Paman Sam juga berencana mengirim ribuan tentara tambahan ke Timur Tengah di tengah meningkatnya ketegangan regional.
“Hal ini adalah peristiwa seismik di wilayah ini,” kata Jason Bordoff, mantan pejabat pemerintahan Barack Obama.
Dia mengatakan, serangan itu berpotensi memunculkan balasan hebat dari Iran. Dalam hal ini, sektor energi pun terancam. “Tanggapan Iran akan sangat parah dan mematikan. Tentunya termasuk eskalasi serangan terhadap infrastruktur energi,” katanya.
Sementara itu, Menteri Luar Negeri Iran dalam wawancara dengan TV pemerintah mengatakan, respon Republik Islam Iran terhadap pembunuhan tokoh militer penting negara itu akan datang kapan saja. “Dengan cara apa pun,” katanya.
Harga minyak cukup mereda karena pembengkakan persediaan bensin dan diesel AS, mengimbangi penurunan minyak mentah terbesar sejak Juni lalu. Energy Information Administration (EIA) melaporkan, ekspor minyak mentah mencapai rekor, sehingga membuat stok di Gulf Cost turun paling dalam.
Direktur pelaksana dan manajer portofolio di Tortoise Rob Thummel mengatakan, laporan EIA itu tidak bisa mendorong harga naik lebih tinggi sebagai akibat serangan Timur Tengah, "Dari sini, pasar akan mengawasi gangguan pasokan global."
Menurut seseorang yang familiar dengan persoalan ini, reli harga minyak juga menarik penjualan dari produsen minyak yang ingin mengunci harga yang lebih tinggi. “Beberapa juta barel dijual untuk kontrak tertentu,” katanya.
Saat tidak ada instalasi atau produksi minyak yang terpengaruh, menargetkan salah satu jenderal paling kuat Iran meningkatkan ketegangan antara Washington dan Teheran, serta meningkatkan kekhawatiran akan konfrontasi bersenjata yang dapat menarik negara-negara lain.
Pemimpin tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, bersumpah bahwa pembalasan hebat menunggu pembunuh Soleimani.
Ketegangan telah meningkat setelah seorang milisi Irak yang didukung Iran menyerbu kedutaan Amerika di Baghdad untuk memprotes serangan udara mematikan AS awal pekan ini.
Di sisi lain, pergerakan harga minyak bisa terbatas karena pasar juga mengamati proyeksi banjir pasokan minyak global. Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak Bumi (OPEC) memiliki kapasitas cadangan yang besar, setelah mengurangi pasokan untuk sebagian besar dalam tiga tahun terakhir.
Negara-negara konsumen dari AS hingga China mengendalikan jutaan barel yang disimpan dalam cadangan minyak bumi strategis yang dapat digunakan untuk mengimbangi kekurangan apa pun.
Dalam tanda terbesar dari transformasi pasar minyak setelah boom shale, AS melaporkan bulan-bulan pertamanya sebagai pengekspor minyak mentah, termasuk produk minyak mentah, dan minyak sulingan, akhir tahun lalu untuk pertama kalinya dalam sekitar 75 tahun.
Pada Oktober, Amerika mengekspor 389.000 barel per hari, dibandingkan dengan impor bersih hampir 9 juta barel per hari dalam satu dekade sebelumnya.