Bisnis.com, JAKARTA — Secara tidak diduga, gandum telah menjadi komoditas agrikultur yang paling diuntungkan seiring dengan perkembangan positif kesepakatan dagang AS dan China tahap pertama.
Berdasarkan data Bloomberg, pada perdagangan Jumat (27/12/2019) hingga pukul 16.20 WIB, harga gandum untuk kontrak Maret 2020 di bursa Chicago Board of Trade (CBOT) bergerak menguat 0,87 persen menjadi US$553,75 per bushel. Sejak akhir September 2019, harga telah bergerak menguat 10,4 persen.
Sementara itu, harga kedelai untuk kontrak Maret 2020 di bursa CBOT bergerak melemah 0,24 persen menjadi US$948,75 per bushel. Sejak akhir September 2019, harga hanya bergerak menguat 2,04 persen.
Dalam risetnya, konsultan AgResource Chicago mengatakan gandum berhasil menguat lebih baik dibandingkan dengan harga kedelai di tengah sentimen kesepakatan perdagangan tahap pertama AS dan China. Padahal, sebelumnya mayoritas analis menilai kedelai akan menjadi komoditas agrikultur yang paling diuntungkan oleh sentimen tersebut.
Spekulasi pasar telah meningkat bahwa China akan mengisi kuota pembelian gandumnya sebagai bagian dari isi kesepakatan tahap pertama, menciptakan permintaan baru karena China gagal menepati janji dalam negosiasi perdagangan sebelumnya.
Adapun pembelian kedelai AS dari China kemungkinan akan terhambat oleh virus flu babi yang mengurangi permintaan bahan utama pakan ternak babi tersebut.
Baca Juga
“Harga gandum sudah bereaksi karena pedagang berharap bahwa China akan segera menambahkan kuota pembelian gandum AS, walaupun sesungguhnya pasokan gandum China dapat digantikan oleh negara lainnya,” tulis AgResource dalam risetnya seperti dilansir dari Bloomberg, Jumat (27/12).
Jika kuota pembelian China dinaikkan mencapai 9,6 juta ton, itu akan mewakili lompatan besar dalam permintaan sepanjang 2 tahun berjalan. Adapun, dalam 6 tahun hingga 2017, rata-rata pembelian gandum AS oleh China kurang dari 50 persen dari penjatahan yang ditetapkan oleh WTO.
AgResource juga melaporkan potensi China dapat menambahkan 5-6 juta ton permintaan gandum dunia setiap tahunnya akan terus mendukung harga gandum di bursa Chicago.
Di sisi lain, pasokan jagung yang relatif lebih ketat di AS dan pasokan gandum dari Rusia yang dalam tekanan telah membuat harga gandum AS lebih kompetitif, sehingga telah mendorong pembeli non-China untuk meningkatkan pembelian.
Sepanjang tahun berjalan 2019, harga gandum telah bergerak menguat 10,03 persen meskipun diterpa sentimen ketidakpastian perdagangan AS dan China. Menurut data USDA, dalam pekan yang berakhir 12 Desember 2019, eksportir AS telah menjual gandum terbanyak dalam 6 tahun.
Sementara itu, komoditas jagung dinilai juga bisa mendapatkan manfaat dari sentimen kesepakatan dagang jika China bergerak untuk mengisi kuota gabah, tetapi pada tingkat yang lebih kecil.
"Namun, nyatanya dampak kesepakatan dagang pada nilai jagung jauh lebih sedikit," tulis AgResource.
Berdasarkan data Bloomberg, harga jagung untuk kontrak Maret 2020 di bursa Chicago bergerak menguat 0,26 persen menjadi US$389,5 per bushel. Sepanjang tahun berjalan, harga hanya mampu bergerak menguat 3,87 persen.