Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

AS-China Sepakat, Harga Minyak Merekah

Mengutip Bloomberg, AS dan China berhasil menyepakati perjanjian fase pertama untuk menghindari tarif baru AS untuk produk China yang sebelumnya direncanakan berlaku pada 15 Desember. Dalam perjanjian tersebut, China juga berjanji untuk membeli lebih banyak produk pertanian AS.
Sebuah pompa minyak terlihat saat matahari terbenam di luar Scheibenhard, dekat Strasbourg, Prancis, 6 Oktober 2017./REUTERS-Christian Hartmann
Sebuah pompa minyak terlihat saat matahari terbenam di luar Scheibenhard, dekat Strasbourg, Prancis, 6 Oktober 2017./REUTERS-Christian Hartmann

Bisnis.com, JAKARTA - Harga minyak naik ke level tertinggi dalam hampir tiga bulan setelah Presiden AS Donald Trump berhasil menyepakati perjanjian perdagangan terbatas dengan China, meningkatkan prospek permintaan global.

Analis Pasar Senior Oanda Edward Moya mengatakan bahwa selera investasi aset berisiko semakin liar setelah Presiden AS Donald Trump mengisyaratkan bahwa pihaknya telah membuat kesepakatan dengan China yang menjadi sentimen sangat positif untuk proyeksi permintaan minyak mentah global.

“Jika kita melihat kemajuan lebih jauh dari perang perdagangan AS-China, kita bisa melihat PDB global akan naik 0,5% pada 2020 dan itu akan menjadi keajaiban bagi proyeksi permintaan minyak mentah yang sebelumnya dalam tekanan," ujar Edward seperti dikutip dari Reuters, Jumat (13/12/2019).

Mengutip Bloomberg, AS dan China berhasil menyepakati perjanjian fase pertama untuk menghindari tarif baru AS untuk produk China yang sebelumnya direncanakan berlaku pada 15 Desember. Dalam perjanjian tersebut, China juga berjanji untuk membeli lebih banyak produk pertanian AS.

Kendati kedua negara telah menyepakati perjanjian, teks hukum perjanjian tersebut masih belum selesai dibuat.

Berdasarkan data Bloomberg, pada perdagangan Jumat (13/12/2019) harga minyak berhasil melanjutkan penguatannya sejak pekan lalu dan mencatatkan kinerja penguatan mingguan dua pekan berturut-turut.

Hingga pukul 16.12 WIB, harga minyak berjangka jenis West Texas Intermediate (WTI) untuk kontrak Januari 2020 di bursa New York bergerak menguat 0,72% menjadi US$59,62 per barel. Sementara itu, harga minyak berjangka jenis Brent untuk kontrak Februari 2020 di bursa ICE terapresiasi 0,95% menjadi US$64,81 per barel.

Pada pertengahan perdagangan, minyak sempat menyentuh level US$59,66 per barel, menjadi level tertingginya sejak hampir tiga bulan lalu.

Pangkas Produksi

Adapun, pada pekan lalu minyak berhasil menguat karena OPEC dan sekutunya sepakat untuk melanjutkan pemangkasan produksi dan dengan jumlah yang lebih dalam daripada perkiraan pasar.

Di sisi lain, Kepala Strategi Pasar Asia AxiTrader Stephen Innes mengatakan bahwa sesungguhnya penguatan minyak berpotensi lebih kuat dibandingkan dengan yang terjadi saat ini.

“Proyeksi pulihnya permintaan dari akurnya AS dan China tampaknya tidak cukup untuk melawan kelebihan pasokan minyak pada awal 2020 sehingga lonjakan harga saat ini tidak begitu besar,” ujar Stephen seperti dikutip dari Bloomberg, Jumat (13/12/2019).

AS-China Sepakat, Harga Minyak Merekah

Berdasarkan laporan Badan Energi Internasional terbaru, pasar minyak mentah global akan mengalami tekanan di masa depan dan memprediksi kenaikan tajam dalam persediaan global meskipun ada kesepakatan pemangkasan produksi oleh OPEC.

Laporan tersebut sangat kontras dengan penelitian OPEC, yang memperkirakan defisit kecil di pasar pada tahun depan karena pembatasan pasokan Arab Saudi, bahkan sebelum perjanjian pemotongan terbaru berlaku.

Di tempat lain, produksi minyak Norwegia pada November mencapai level tertinggi 32 bulan, yaitu sebesar 1,71 juta barel per hari.

Jangka Pendek

Analis PT Monex Investindo Futures Faisyal dalam publikasi risetnya mengatakan bahwa harga minyak berpeluang bergerak naik dalam jangka pendek di tengah optimisme pasar terhadap negosiasi dagang AS-China.

“Untuk sisi atasnya, level resisten minyak terdekat berada di US$60 per barel dan menembus ke atas dari level tersebut berpeluang memicu kenaikan lanjutan ke US$60,6 per barel sebelum membidik resisten kuat di US$61,3 per barel,” ujar Faisyal seperti dikutip dari publikasi risetnya, Jumat (13/12/2019).

Sebaliknya jika bergerak turun, lanjut Faisyal, level support minyak terdekat berada di US$59 per barel dan menembus ke bawah dari level tersebut berpeluang memicu penurunan lanjutan ke US$58,40 sebelum membidik support kuat di US$57,7 per barel.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Finna U. Ulfah

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper