Bisnis.com, JAKARTA – Para investor disarankan mulai mengakumulasikan saham dari sekarang untuk dapat menikmati momentum window dressing pada akhir tahun dan January Effect pada awal 2020.
Analis PT Binaartha Sekuritas M. Nafan Aji Gusta Utama menyampaikan bahwa saat ini belum terlambat bagi investor untuk mengoleksi kembali saham-saham yang diperdagangkan pada harga historical low.
“Saat ini investor sudah bisa melakukan akumulasi beli sebab secara psikologis tingkat kepercayaan diri investor telah mengalami penguatan,” kata Nafan kepada Bisnis di sela-sela Seminar Economic Outlook 2020, Jakarta, Selasa (10/12/2019).
Menurutnya, investor sebenarnya sudah bisa masuk pada akhir November lalu karena IHSG perlahan membaik sebesar 2,86% secara month-to-date (MTD) per 10 Desember 2019.
Ia merekomendasikan saham-saham blue chip atau saham yang menjadi pendorong performa IHSG untuk dicermati. Secara sektoral, Nafan merekomendasikan saham sektor keuangan, konsumer, infrastruktur, dan pertanian seperti ADHI, ADRO, ANTM, ASII, BBNI, BBRI, BMRI,TLKM, WIKA, dan JSMR.
“Akumulasi beli saja untuk saham blue chip atau saham LQ45 yang mendorong indeks,” imbuhnya.
Sampai akhir tahun nanti, Nafan memperkirakan IHSG bisa melaju hingga ke level 6.330 dan paling tinggi bisa mencapai 6.555. Apabila indeks tak mampu menguat signifikan, target IHSG pada level 6.500-an diperkirakan terjadi pada awal tahun ditopang oleh sentimen January Effect.
Sementara itu, Nafan menilai investor asing juga akan kembali ke pasar modal Tanah Air setelah melakukan aksi jual beberapa bulan terakhir. Menurutnya, Indonesia masih menjadi salah satu pasar yang menarik di antara negara-negara emerging markets.
Senada, Deputi Gubernur Bank Indonesia Dody Budi Waluyo menyampaikan bahwa Indonesia masih cukup dipandang sebagai salah satu negara anggota G20 yang perform dengan pertumbuhan yang cukup solid.
Dirinya pun mengimbau agar pelaku pasar dapat menjaga kepercayaan diri dan mengubah persepsi negatif belakangan ini menjadi positif.
“Kami baru dari pertemuan G20, [di lingkungan internasional] Indonesia masih cukup dipandang. Yang penting adalah confidence harus dijaga, persepsi harus positif, dan juga punya ekspektasi yang tidak melemah,” kata Dody.
Adapun Bank Indonesia berjanji akan melanjutkan kebijakan moneter yang akomodatif. Kendati ruang penurunan suku bunga masih ada, Dody menyampaikan ke depannya bank sentral akan lebih berhati-hati dalam mengambil setiap keputusan sambil mencermati data (data dependent).
Melihat perkembangan sekarang ini, lanjut Dody, BI relatif masih akan menggunakan pedal gas makroprudensial, misalnya melonggarkan kebijakan moneter untuk mendorong sektor riil melalui pinjaman perbankan.
Adapun di tengah perlambatan ekonomi dunia dan ketidakpastian global, Bank Indonesia menilai pertumbuhan Indonesia pada level 5,02% yang didorong konsumsi sekarang ini masih cukup baik.
BI memperkirakan pada 2020 pertumbuhan ekonomi bakal berada pada kisaran 5,1%—5,5% dan inflasi sekitar 3%.
Pada 2020, Direktur dan Kepala Riset Indonesia PT Citigroup Sekuritas Indonesia Ferry Wong memperkirakan kinerja emiten bakal membaik. Pertumbuhan EPS (Earning Per Share) diperkirakan bisa mencapai 10,1% pada 2020 dari 4,7% pada 2019.
“Pemulihan harga CPO, belanja modal korporasi, suku bunga rendah, dan aliran FDI serta kondisi politik yang baik seharusnya bisa menjadi penopang pertumbuhan,” kata Ferry.
Ia memperkirakan IHSG pada akhir tahun nanti masih akan bergerak di level sekarang pada kisaran 6.200—6.300. Sementara itu, pada 2020 diperkirakan IHSG bakal melaju hingga level 7.050.
Ferry merekomendasikan saham sektor perbankan, rumah sakit, telco, dan beberapa konsumer untuk dapat dikoleksi seperti TLKM, BBRI, BMRI, GGRM, HMPS, SMGR, ICBP, MDKA, dan MAPI.