Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Restrukturisasi Aset, KRAS Membuka Opsi Libatkan PPA

PT Krakatau Steel (Persero) Tbk. membuka kemungkinan untuk melibatkan PT Perusahaan Pengelola Aset (Persero) dalam proses restrukturisasi.
Proses produksi di pabrik milik PT Krakatau Steel/Antara
Proses produksi di pabrik milik PT Krakatau Steel/Antara

Bisnis.com, JAKARTA—PT Krakatau Steel (Persero) Tbk. membuka kemungkinan untuk melibatkan PT Perusahaan Pengelola Aset (Persero) dalam proses restrukturisasi.

Hal tersebut disampaikan Direktur Utama Krakatau Steel Silmy Karim seusai mengadakan pertemuan di Kementerian BUMN pada Kamis (28/11/2019). Silmy mengatakan pada pertemuan tersebut dia berdiskusi dengan Wakil Menteri BUMN I Budi Gunadi Sadikin dan Staf Khusus Menteri BUMN Muhammad Ikhsan.

“Kami membahas setiap minggu ini karena Krakatau Steel adalah salah satu KPI Pak Menteri [Erick Thohir]. Tentunya kami merespons dengan satu inisiatif koordinasi agar permasalahan yang ada kaitannya dengan bagaimana restrukturisasi dan transformasi kami update,” katanya. 

Dalam pembahasan mengenai perusahaan, Silmy menyebutkan salah satunya adalah bagaimana menyikapi masalah neraca. Seperti diketahui, emiten dengan kode KRAS ini memiliki utang yang besar. Sepanjang Januari-September 2019, rugi periode berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk KRAS membengkak 466,88% dari US$37,38 juta menjadi US$211,91 juta

“Ada kemungkinan kami melibatkan PPA, bukan memasukkan PPA, tetapi PPA ikut serta dalam proses restrukturisasinya. Itu memungkinkan  sebagai salah satu cara,” jelasnya. 

Silmy menjelaskan wacana melibatkan PPA ini masih dalam diskusi awal. Dia menilai PPA bukan hanya merupakan perusahaan negara untuk mengurusi asset-aset yang tidak optimal, tetapi juga bisa menjadi bagian dari investor strategis. 

Pekan depan, lanjutnya, Kementerian BUMN dan KRAS bakal mengundang PPA untuk berdiskusi mengenai hal tersebut. “Keterlibatan PPA seperti apa belum ditentukan, baru pekan depan akan mendiskusikan hal ini,” ujar Silmy.

Selain membahas mengenai perseroan, dalam pertermuan tersebut juga dibahas mengenai industri baja nasional secara umum. Upaya apa saja yang bisa diusulkan untuk melindungi dan mengembangkan industri baja Indonesia di tengah banjir produk impor.

Sebelumnya, Mantan Direktur Utama PT Barata Indonesia (Persero) ini menyatakan harapan untuk bisa menuntaskan restrukturisasi utang senilai total US$42,2 miliar pada 2019. Restrukturisasi utang telah mencapai 78% dari utang yang akan direstrukturisasi senilai US$2,2 miliar.

 Pada 30 September 2019, produsen baja pelat merah ini melakukan penandatanganan perjanjian kredit restrukturisasi dengan para kreditur. Sejumlah bank dan lembaga pembiayaan itu yakni  PT Bank Mandiri (Persero) Tbk., PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk., PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk., PT Bank ICBC Indonesia, Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (Indonesia Eximbank), PT Bank Central Asia Tbk.

 Setelah restrukturisasi selesai, perusahaan akan fokus pada transformasi untuk membenahi kinerja yang merugi sejak 2012 itu. Lebih lanjut, terkait rencana divestasi anak usaha, Silmy mengaku tidak ingin terburu-buru.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper