Bisnis.com, JAKARTA – Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melemah lebih dari setengah persen pada akhir sesi I perdagangan hari ini, Kamis (31/10/2019).
Berdasarkan data Bloomberg, IHSG melemah 0,60 persen atau 37,53 poin ke level 6.258,21 pada akhir sesi I dari level penutupan sebelumnya.
Pada perdagangan Rabu (30/10), IHSG berhasil mengakhiri pergerakannya di level 6.295,75 dengan kenaikan 0,23 persen atau 14,61 poin, reli penguatan hari ketiga berturut-turut.
Indeks mulai tergelincir dari penguatannya ketika dibuka turun tipis 0,08 persen atau 5,18 poin di posisi 6.290,57 pada Kamis (31/10) pagi. Sepanjang perdagangan sesi I, IHSG bergerak di level 6.255,09 – 6.301,59.
Delapan dari sembilan sektor menetap di zona merah, dipimpin infrastruktur (-2,49 persen) dan aneka industri (-0,85 persen). Satu-satunya sektor yang mampu parkir di zona hijau adalah pertanian yang naik 0,31 persen.
Sebanyak 158 saham menguat, 223 saham melemah, dan 278 saham stagnan dari 659 saham yang diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia.
Baca Juga
Saham PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk. (TLKM) dan PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk. (PGAS) yang masing-masing turun 3,28 persen dan 9,02 persen menjadi penekan utama IHSG pada akhir sesi I.
Dilansir dari Bloomberg, saham PGAS melemah setelah pemerintah membatalkan rencana PT Perusahaan Gas Negara Tbk. (PGN) untuk menaikkan harga gas industri berlaku pada 1 November 2019.
Rencana itu mendapat tentangan dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Menurut Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Djoko Siswanto, biaya produksi industri dalam negeri akan bertambah besar sehingga bakal berujung pada melemahnya daya saing.
"Sebab kalau harga gas naik kan biayanya jadi naik. Nanti tidak bisa bersaing kalau [produknya] diekspor dengan produk yang sama dari negara lain," katanya, di kantor Kementerian ESDM.
“Dengan menjaga harga gas di level saat ini, industri domestik tidak akan meningkatkan biaya produksinya,” tambah Djoko.
Sejalan dengan IHSG, indeks Bisnis-27 melemah 0,73 persen atau 4,04 poin ke level 546,52. Indeks saham syariah Jakarta Islamic Index bahkan turun tajam 1,35 persen atau 9,45 poin ke posisi 689,9 pada akhir sesi I.
Sebaliknya, indeks saham lain di Asia mayoritas mampu bergerak positif, di antaranya indeks Hang Seng Hong Kong (+1,02 persen), indeks Kospi Korea Selatan (+0,90 persen), dan indeks CSI 300 China (+0,04 persen).
Di Jepang, dua indeks saham utamanya, Nikkei 225 dan Topix masing-masing juga naik 0,36 persen dan 0,12 persen pada pukul 11.58 WIB.
Dilansir dari Reuters, bursa saham di Asia cenderung menguat setelah Federal Reserve memangkas suku bunga acuan untuk menjaga ekspansi perekonomian AS.
Pada Rabu (30/10/2019) waktu setempat, The Fed menurunkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin menjadi 1,50 persen -1,75 persen.
“Hal terbesar yang menonjol adalah saham terlihat lebih kuat setelah The Fed memangkas suku bunga,” kata Tsutomu Soma, general manager of fixed income business solutions SBI Securities di Tokyo.
Dalam konferensi persnya, Gubernur Fed Jerome Powell juga mencantumkan beberapa alasan mengapa ia merasa ekonomi berjalan baik, seperti belanja konsumen yang kuat, penguatan penjualan rumah, dan harga aset yang sehat.
Berbanding terbalik dengan IHSG, nilai tukar rupiah terpantau menguat 19 poin atau 0,14 persen ke level Rp14.012 per dolar AS pada pukul 11.11 WIB, di tengah pelemahan dolar AS.
Nilai tukar rupiah bergerak menuju kinerja bulanan terkuatnya sejak Januari 2019 terhadap dolar AS, didorong oleh arus masuk yang berkelanjutan ke dalam obligasi Indonesia dan bangkitnya sentimen positif untuk aset risiko akibat progres perdagangan AS-China.
Penguatan rupiah pun kian mantap di hadapan dolar AS setelah bank sentral AS Federal Reserve kembali memangkas suku bunga acuan untuk ketiga kalinya tahun ini.