Bisnis.com, JAKARTA — Kinerja produk reksa dana milik PT Danareksa Investment Management (DIM) mampu tumbuh di atas rata-rata meski kondisi pasar keuangan secara umum masih berada dalam tren melambat.
Direktur Utama DIM Marsangap P. Tamba mengatakan bahwa sepanjang tahun ini, pasar masih dipenuhi oleh volatilitas yang tinggi karena isu perang dagang yang belum mereda serta kebijakan suku bunga rendah dari Bank Sentral.
“Dengan melihat kondisi sebagaimana tersebut di atas, investasi pada reksa dana pendapatan tetap merupakan instrumen investasi yang tepat,” ujarnya melalui keterangan resminya, Jumat (25/10/2019).
DIM memiliki dua produk reksa dana pendapatan tetap unggulan yang dapat menjadi pilihan bagi investor untuk melakukan investasi, yaitu Danareksa Melati Pendapatan Utama dan Danareksa Melati Premium Dollar.”
Danareksa Melati Pendapatan Utama merupakan Reksa Dana Pendapatan Tetap berdenominasi Rupiah yang memiliki strategi berinvestasi pada obligasi pemerintah dan/atau obligasi korporasi dengan rating minimal A.
Sementara Danareksa Melati Premium Dollar merupakan reksa dana pendapatan tetap berdenominasi Dollar Amerika Serikat yang memiliki strategi berinvestasi fokus pada obligasi pemerintah berdenominasi Dollar Amerika Serikat.
“Dengan pengelolaan aktif yang dilakukan yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi ekonomi maupun kondisi pasar obligasi, Danareksa Melati Pendapatan Utama dan Danareksa Melati Premium Dollar mampu secara konsisten memberikan imbal hasil optimal bagi investor,” katanya.
Berdasarkan data infovesta per tanggal 30 September 2019, Danareksa Melati Pendapatan Utama memberikan imbal hasil 1 tahun sebesar 16,71 % unggul atas tolok ukurnya infovesta fixed income fund index (rata-rata kinerja Reksa Dana Pendapatan Tetap) yang memberikan imbal hasil sebesar 8,92 %.
Di sisi lain dalam kurun waktu yang sama, Danareksa Melati Premium Dollar membukukan kinerja 10,82 % jauh di atas benchmarknya (rata-rata suku bunga 3 bulan Bank BUMN) yang hanya membukukan kinerja 1,26 %.
Marsangap berpandangan kebijakan penurunan suku bunga yang dilakukan oleh BI juga diikuti oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) yang menurunkan suku bunga penjaminan simpanan rupiah pada bank umum sebesar 0,25% menjadi 6,5%.
Pada akhirnya, kondisi tersebut tentunya akan berdampak terhadap imbal hasil yang diterima oleh nasabah.
“Di sisi lain, pasar obligasi tentunya mendapat “berkah” tersendiri dengan tren penurunan suku bunga yang terjadi saat ini, khususnya Obligasi Pemerintah.”