Bisnis.com, JAKARTA – Pertikaian dagang antara India dan Malaysia terkait sawit makin meruncing, setelah kelompok berpengaruh pengolah sawit di Mumbai meminta anggota mereka untuk menahan pembelian komoditas itu dari Negeri Jiran.
India merupakan negara pembeli minyak kelapa sawit terbesar dunia, sedangkan Malaysia adalah produsen sawit terbesar kedua global.
Seruan itu telah membuat harga sawit memerah pada Selasa (22/10/2019). Berdasarkan data Bloomberg, hingga pukul 10.34 WIB, harga Crude Palm Oil (CPO) kontrak pengiriman Januari 2020 di Bursa Derivatif Malaysia amblas 0,96 persen atau 22 poin ke posisi 2.263 ringgit per ton.
Kondisi ini melanjutkan pelemahan di sesi pembuka sebesar 0,57 persen atau 13 poin ke posisi 2.272 ringgit per ton.
Pangkal persoalan India dan Malaysia tersebut mengemuka usai Perdana Menteri (PM) Malaysia Mahathir Mohamad berbicara di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada bulan lalu, bahwa India menginvasi dan menduduki Kashmir.
Sejak saat itu, pembeli sawit dari India telah beralih ke Indonesia untuk menyuplai kebutuhan produk pertanian tersebut, karena khawatir PM India Narendra Modi akan membatasi pembelian minyak nabati itu dari Malaysia.
Baca Juga
Solvent Extractors’ Association of India menyatakan pihaknya telah meminta kepada para anggota untuk tidak membeli sawit dari Malaysia.
“Untuk kepentingan Anda [anggota kelompok] sendiri dan juga tanda solidaritas, kami harus menghindari pembelian dari Malaysia untuk saat ini,” kata asosiasi itu dalam pernyataan mereka seperti dilansir dari Bloomberg, Selasa (22/10).
Tindakan apapun dari India untuk menyetop pembelian sawit akan memukul industri kunci Malaysia tersebut. Sawit merupakan ekspor agrikultur terbesar Malaysia, dengan pembeli India mencapai sekitar 3,9 juta ton atau setara dengan US$2 miliar antara Januari dan September tahun ini.
Angka tersebut dua kali lipat pengiriman pada tahun lalu, setelah New Delhi memotong tarif impor komoditas tersebut pada Januari 2019.
Terkait hal ini, seperti dilansir Reuters, Selasa (22/10), Mahathir menyatakan mempelajari dampak boikot tersebut.